Tuesday, July 17, 2012

DHABB, Binatang Jenis Apa?

Dalam salah satu kesempatan pengajian MTA (Majelis Tafsir Al-Qur'an) Solo yang saya dengarkan lewat radio MTA, disebutkan bahwa binatang dhabb adalah halal karena hidup di air (sebagaimana ikan, pen). Benarkah demikian?

Diantara hadits masyhur yang menyebutkan lafazh dhabb adalah:

لَتَتَّبِعَنّ سَنَنً مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ ذِرَاعاً بِذِراَعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا: يَارسُولَ الله، اليَهُود والنَّصارى؟ قَال فمنْ؟
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam, “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah perjalanan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga mereka memasuki lubang dhabb“. mereka berkata, “Wahai Rasulullah apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR.Bukhari 7325 dan Muslim 2669)

APA ITU DHABB?
Di dalam kitab Al Hayawan karya Abu ‘Utsman ‘Amr bin Bahr Al Jahizh dan kamus Arab lainnya, didapatkan keterangan sebagai berikut, diantaranya:

Dhabb adalah hewan reptil yang hidup di gurun pasir, termasuk dari hewan darat bukan laut atau air, termasuk dari jenis hewan darat yang kepalanya seperti ular, umurnya panjang, sekali bertelur bisa mencapai 60 sampai 70 butir dan telurnya menyerupai telur burung merpati, warna kulitnya bisa berubah dikarenakan perubahan cuaca panas, tidak meminum air bahkan mencukupkan dirinya dengan keringat, ekor adalah senjatanya, gigi-giginya tumbuh berbarengan, mempunyai 4 kaki yang mana semua telapaknya seperti telapak tangan manusia, sebagiannya ada yang mempunyai dua lidah, hewan yang dimakan hanya belalang, terkadang memakan anaknya sendiri, makan tetumbuhan sejenis rumput, menyukai kurma, sebagian orang arab merasa jijik dengannya.
Pernah ditanyakan kepada Syaikh Shalih Abdul Aziz Al Ghusn (hafizhahullah) tentang seperti apa itu dhabb, maka beliau menjawab bahwa dhabb adalah hewan barr (padang pasir) yang berjalan diatas perutnya. Kemudian ditanyakan lagi tentang apakah dhab bertaring, maka beliau menjawab bahwa dhabb tidak bertaring, hewan ini memakan rerumputan dan tidak meminum air, dan sebagian orang memakan dagingnya.

APA ITU BIAWAK?
Karena di negeri kita ini cukup mudah menemukan biawak, maka kita tidak terlalu panjang lebar mendeskripsikan tentang biawak. Biawak adalah reptil yang mirip seperti komodo namun ukurannya lebih kecil, termasuk hewan karnivora (pemakan daging), memangsa santapannya (hewan-hewan yang dimakannya seperti katak, tikus, ayam atau burung sekalipun) dengan gigi taring, hidup dalam lubang atau gua di sungai atau rawa (atau juga gorong-gorong), bisa berenang di air dan berjalan di darat seperti halnya buaya.

Halalnya Daging Dhabb untuk Dimakan
Telah datang berbagai hadits yang menerangkan kehalalan daging dhabb. Diantaranya adalah:
عن ابن عمَر رضي الله عنهما: قال النبي صلى الله عليه و سلم: الضب لست اكله ولا أحرّمه
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda, “Aku tidak memakan dhabb dan aku tidak mengharamkannya.” (HR. Bukhari no. 5138)

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa, dari Khalid bin Walid radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya ia bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallammasuk ke rumah Maimunah radhiyallaahu ‘anhaa, lalu didatangkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallamdaging dhabb panggang, kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallammelayangkan tangannya kearah daging tersebut, lalu sebagian kaum wanita berkata, “Beritahu Rasulullah atas apa yang akan dimakannya”. Maka para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Itu adalah daging dhabb”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallammengangkat tangannya, lalu aku -Khalid- bertanya, “Apakah daging ini haram wahai Rasulullah?”. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda, “Tidak, akan tetapi hewan ini tidak ada di tanah kaumku dan aku membolehkannya”. Khalid berkata, “Aku pun mengambilnya lalu memakannya dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melihatnya” (HR. Bukhari no. 5139)

وحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنْ تَوْبَةَ الْعَنْبَرِيِّ ، سَمِعَ الشَّعْبِيَّ ، سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ ، فِيهِمْ سَعْدٌ وَأُتُوا بِلَحْمِ ضَبٍّ ، فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَالٌ وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhumaa, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersama beberapa orang dari sahabatnya radhiyallaahu ‘anhum, diantaranya adalah Sa’d. Didatangkan kepada mereka daging dhabb, lalu ada seorang wanita berteriak, “Itu adalah daging dhabb”, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda, “Makanlah oleh kalian, karena sesungguhnya daging ini halal. Akan tetapi bukan dari makananku” (HR. Muslim no. 3608)

Daging Biawak Tidak Halal
Berbeda dengan dhabb yang telah datang dalil tentang kehalalan dagingnya, biawak justru memiliki hukum kebalikan dari dhabb, yakni daging biawak tidak halal untuk dikonsumsi. Karena biawak tergolong kepada binatang buas dan bertaring, maka biawak tercakup masuk kepada larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallamsebagaimana dalam hadits-hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ ، عَنْ حَدِيثِ أَبِي إِدْرِيسَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ فِي خِلَافَةِ عَبْدِ الْمَلِكِ ، أَنَّ أَبَا ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيَّ حَدَّثَهُ ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” نَهَى عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ “
Dari Abu Idris bin Abdullah, dari Abu Tsa’labah Al Khusyni radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya dia mendengar bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang untuk memakan setiap yang bertaring dari hewan buas” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad no. 17394)

حَدَّثَنَا يونسُ ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ ، عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ ، وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa, Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallammelarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan dari setiap burung yang bercakar (yakni untuk dimakan) (HR. Ahmad dalam Al-Musnad no. 2111)
Dan masih banyak hadits lainnya yang menerangkan keharaman binatang buas dan bertaring.

Maka, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dhabb dalam bahasa Arab tidak bisa diterjemahkan dengan biawak dalam bahasa Indonesia dikarenakan perbedaan antara keduanya yang cukup signifikan, bahkan mencakup hukum halal dan haram. Dan kita di Indonesia tidak akan pernah menjumpai dhabb kecuali jika kita pergi ke habitat asli dhabb, yakni di padang pasir di negara-negara Arab sana karena Indonesia bukanlah habitat dhabb.

Demikian juga kesalahan fatal terjadi ketika dhabb diterjemahkan dengan biawak. Sehingga banyak di antara kaum muslimin yang meyakini halalnya biawak sebagai santapan. Hukum halal-haram menjadi terbalik akibat kesalahan dalam memberikan terjemahan terhadap dhabb dengan terjemahan biawak dalam bahasa Indonesia. Allaahua’lam bish-showab. Semoga bermanfaat.
Referensi: http://kaahil.wordpress.com, http://wikipedia.com (artikel), http://www.islamweb.net (teks hadits dan atsar), http://www.google.com (sumber gambar).catatanaqilazizi.wordpress.com

No comments:

Post a Comment