Mengenal yang halal dan haram di konsumsi dalam ajaran
agama islam
1. Bangkai
Bangkai
adalah semua hewan yang mati tanpa penyembelihan yang syar’iy dan juga bukan
hasil perburuan.
Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ
بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا
أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS.
Al-Ma`idah: 3)
Dan juga
dalam firmannya:
وَلاَ
تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam
itu adalah suatu kefasikan”. (QS. Al-An’am: 121)
Jenis-jenis
bangkai berdasarkan ayat-ayat di atas:
1.
Al-Munhaniqoh, yaitu hewan yang mati karena tercekik.
2.
Al-Mauqudzah, yaitu hewan yang mati karena terkena pukulan keras.
3.
Al-Mutaroddiyah, yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah,
yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.
5. Hewan
yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua
hewan yang mati tanpa penyembelihan, misalnya disetrum.
7. Semua
hewan yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua
hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua
bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan
hadits Abu Waqid secara marfu’:
مَا قُطِعَ
مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan
itu) masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad, Abu Daud,
At-Tirmidzy dan dishohihkan olehnya)
1. Ikan,
karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan
air adalah halal bangkainya kecuali kodok.
2. Belalang.
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar secara marfu’:
أُحِلَّ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالسَّمَكُ وَالْجَرَادُ,
وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun
kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah
hati dan limfa”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Janin
yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy, bahwa Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ذَكَاةُ
الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”.
Maksudnya
jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya
halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
[Al-Luqothot
fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath'imah wal Masyrubat point pertama]
2. Darah.
Yakni darah
yang mengalir dan terpancar. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-An’am ayat 145:
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا “Atau darah yang mengalir”.
Dikecualikan
darinya hati dan limfa sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar yang
baru berlalu. Juga dikecualikan darinya darah yang berada dalam urat-urat
setelah penyembelihan.
3. Daging babi.
Telah
berlalu dalilnya dalam surah Al-Ma`idah ayat ketiga di atas. Yang diinginkan
dengan daging babi adalah mencakup seluruh bagian-bagian tubuhnya termasuk
lemaknya.
4. Khamar.
Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ
رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.”. (QS. Al-Ma`idah: 90
Dan dalam
hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- secara marfu’:
كُلُّ
مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah
haram”.
Dikiaskan
dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal
(mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.
5. Semua hewan buas yang bertaring.
Sahabat Abu
Tsa’labah Al-Khusyany -radhiallahu ‘anhu- berkata:
أَنَّ
رسول الله صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Sesungguhnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
melarang dari (mengkonsumsi) semua hewan buas yang bertaring”. (HR. Al-Bukhary
dan Muslim)
Dan dalam
riwayat Muslim darinya dengan lafazh, “Semua hewan buas yang bertaring maka
memakannya adalah haram”.
Yang
diinginkan di sini adalah semua hewan buas yang bertaring dan menggunakan
taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan hewan lainnya. Lihat
Al-Ifshoh (1/457) dan I’lamul Muwaqqi’in (2/117).
Jumhur ulama
berpendapat haramnya berlandaskan hadits di atas dan hadits-hadits lain yang
semakna dengannya.
[Asy-Syarhul
Kabir (11/66), Mughniyul Muhtaj (4/300), dan Syarh Tanwiril Abshor ma'a
Hasyiyati Ibnu 'Abidin (5/193)]
6. Semua burung yang memiliki cakar.
Yang
diinginkan dengannya adalah semua burung yang memiliki cakar yang kuat yang dia
memangsa dengannya, seperti: elang dan rajawali. Jumhur ulama dari kalangan
Imam Empat -kecuali Imam Malik- dan selainnya menyatakan pengharamannya
berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas -radhiallahu ‘anhuma-:
نَهَى
عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، وَكُلُّ ذِيْ مَخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
“Beliau (Nabi) melarang untuk memakan semua hewan buas yang
bertaring dan semua burung yang memiliki cakar”. (HR. Muslim) [Al-Majmu'
(9/22), Al-Muqni' (3/526,527), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499)]
7. Jallalah.
Dia adalah
hewan pemakan feses (kotoran) manusia atau hewan lain, baik berupa onta, sapi,
dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan
feses), ayam (pemakan feses), dan sebagian gagak. Lihat Nailul Author (8/128).
Hukumnya
adalah haram. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad -dalam satu riwayat- dan salah
satu dari dua pendapat dalam madzhab Syafi’iyah, mereka berdalilkan dengan
hadits Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- beliau berkata:
نَهَى
رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang dari
memakan al-jallalah dan dari meminum susunya”. (HR. Imam Lima kecuali
An-Nasa`iy (3787))
Beberapa
masalah yang berkaitan dengan jallalah:
1. Tidak
semua hewan yang memakan feses masuk dalam kategori jallalah yang diharamkan,
akan tetapi yang diharamkan hanyalah hewan yang kebanyakan makanannya adalah
feses dan jarang memakan selainnya. Dikecualikan juga semua hewan air pemakan
feses, karena telah berlalu bahwa semua hewan air adalah halal dimakan. Lihat
Hasyiyatul Al-Muqni’ (3/529).
2. Jika
jallalah ini dibiarkan sementara waktu hingga isi perutnya bersih dari feses
maka tidak apa-apa memakannya ketika itu. Hanya saja mereka berselisih pendapat
mengenai berapa lamanya dia dibiarkan, dan yang benarnya dikembalikan kepada
ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. Lihat Al-Majmu’ (9/28).
[Al-Muqni'
(3/527,529), Mughniyul Muhtaj (4/304), dan Takmilah Fathil Qodir (9/499-500)]
8. Keledai jinak (bukan yang liar).
Ini
merupakan madzhab Imam Empat kecuali Imam Malik dalam sebagian riwayat darinya.
Dari Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-, bahwasanya Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ
الله ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk
memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR.
Al-Bukhary dan Muslim)
Diperkecualikan
darinya keledai liar, karena Jabir -radhiallahu ‘anhu- berkata:
أَكَلْنَا
زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم
عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar,
dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang kami dari keledai jinak”. (HR.
Muslim)
Inilah
pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan,
“Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”.
Lihat Al-Mughny beserta Asy-Syarhul Kabir (11/65). [Al-Bada`i' (5/37),
Mughniyul Muhtaj (4/299), Al-Muqni' (3/525), dan Al-Bidayah (1/344].
9. Kuda.
Telah
berlalu dalam hadits Jabir bahwasanya mereka memakan kuda saat perang Khaibar.
Semakna dengannya ucapan Asma` bintu Abi Bakr -radhiallahu ‘anhuma-:
نَحَرْنَا
فَرَسًا عَلَى عَهْدِ رسول الله صلى الله عليه وسلم فَأَكَلْنَاهُ
“Kami menyembelih kuda di zaman Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wasallam- lalu kamipun memakannya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Maka ini
adalah sunnah taqririyyah (persetujuan) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-.
Ini adalah
pendapat jumhur ulama dari kalangan Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah, salah satu
pendapat dalam madzhab Malikiyah, serta merupakan pendapat Muhammad ibnul Hasan
dan Abu Yusuf dari kalangan Hanafiyah. Dan ini yang dikuatkan oleh Imam
Ath-Thohawy sebagaimana dalam Fathul Bary (9/650) dan Imam Ibnu Rusyd dalam
Al-Bidayah (1/3440).
[Mughniyul
Muhtaj (4/291-291), Al-Muqni' beserta hasyiyahnya (3/528), Al-Bada`i' (5/18),
dan Asy-Syarhus Shoghir (2/185)]
10. Baghol.
Dia adalah
hewan hasil peranakan antara kuda dan keledai. Jabir -radhiallahu ‘anhuma-
berkata:
حَرَّمَ
رسول الله صلى الله عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ،
وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengharamkan
-yakni saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan daging baghol. (HR. Ahmad
dan At-Tirmidzy)
Dan ini
(haram) adalah hukum untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal
dimakan dengan yang haram dimakan. [Al-Majmu' (9/27), Ays-Syarhul Kabir
(11/75), dan Majmu' Al-Fatawa (35/208)].
11. Anjing.
Para ulama
sepakat akan haramnya memakan anjing, di antara dalil yang menunjukkan hal ini
adalah bahwa anjing termasuk dari hewan buas yang bertaring yang telah berlalu
pengharamannya. Dan telah tsabit dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa
beliau bersabda:
إِنَّ
الله إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu maka Dia akan
mengharamkan harganya [12]“.
Dan telah
tsabit dalam hadits Abu Mas’ud Al-Anshory riwayat Al-Bukhary dan Muslim dan
juga dari hadits Jabir riwayat Muslim akan haramnya memperjualbelikan anjing.
[Al-Luqothot point ke-12]
12. Kucing baik yang jinak maupun
yang liar.
Jumhur ulama
menyatakan haramnya memakan kucing karena dia termasuk hewan yang bertaring dan
memangsa dengan taringnya. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al-Fauzan. Dan
juga telah warid dalam hadits Jabir riwayat Imam Muslim akan larangan
meperjualbelikan kucing, sehingga hal ini menunjukkan haramnya. [Al-Majmu'
(9/8) dan Hasyiyah Ibni 'Abidin (5/194)]
13. Monyet.
Ini
merupakan madzhab Syafi’iyah dan merupakan pendapat dari ‘Atho`, ‘Ikrimah,
Mujahid, Makhul, dan Al-Hasan. Imam Ibnu Hazm menyatakan, “Dan monyet adalah
haram, karena Allah -Ta’ala- telah merubah sekelompok manusia yang bermaksiat
(Yahudi) menjadi babi dan monyet sebagai hukuman atas mereka. Dan setiap orang
yang masih mempunyai panca indra yang bersih tentunya bisa memastikan bahwa
Allah -Ta’ala- tidaklah merubah bentuk (suatu kaum) sebagai hukuman (kepada
mereka) menjadi bentuk yang baik dari hewan, maka jelaslah bahwa monyet tidak
termasuk ke dalam hewan-hewan yang baik sehingga secara otomatis dia tergolong
hewan yang khobits (jelek)” [13]. [Al-Luqothot point ke-13]
14. Gajah.
Madzhab
jumhur ulama menyatakan bahwa dia termasuk ke dalam kategori hewan buas yang
bertaring. Dan inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Barr, Al-Qurthuby,
Ibnu Qudamah, dan Imam An-Nawawy -rahimahumullah-. [Al-Luqothot point ke-14]
15. Musang (arab: tsa’lab)
Halal,
karena walaupun bertaring hanya saja dia tidak mempertakuti dan memangsa
manusia atau hewan lainnya dengan taringnya dan dia juga termasuk dari hewan
yang baik (arab: thoyyib). Ini merupakan madzhab Malikiyah, Asy-Syafi’iyah,
dan salah satu dari dua riwayat dari Imam Ahmad. [Mughniyul Muhtaj (4/299),
Al-Muqni' (3/528), dan Asy-Syarhul Kabir (11/67)]
16. Hyena/kucing padang pasir (arab:
Dhib’un)
Pendapat
yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini merupakan pendapat Imam
Asy-Syafi’iy dan Imam Ahmad- adalah halal dan bolehnya memakan daging hyena.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Abi ‘Ammar, beliau
berkata, “Saya bertanya kepada Jabir, “apakah hyena termasuk hewan buruan?”,
beliau menjawab, “iya”. Saya bertanya lagi, “apakah boleh memakannya?”, beliau
menjawab, “boleh”. Saya kembali bertanya, “apakah pembolehan ini telah
diucapkan oleh Rasulullah?”, beliau menjawab, “iya”“. Diriwayatkan oleh Imam
Lima [14] dan dishohihkan oleh Al-Bukhary, At-Tirmidzy dan selainnya. Lihat
Talkhishul Khabir (4/152).
Pendapat ini
yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath (9/568) dan Imam
Asy-Syaukany.
Adapun jika
ada yang menyatakan bahwa hyena adalah termasuk hewan buas yang bertaring, maka
kita jawab bahwa hadits Jabir di atas lebih khusus daripada hadits yang
mengharamkan hewan buas yang bertaring sehingga hadits yang bersifat khusus
lebih didahulukan. Atau dengan kata lain hyena diperkecualikan dari pengharaman
hewan buas yang bertaring. Lihat Nailul Author (8/127) dan I’lamul Muwaqqi’in
(2/117).
[Mughniyul
Muhtaj (4/299) dan Al-Muqni' (3/52)]
17. Kelinci.
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari Anas bin
Malik -radhiallahu ‘anhu-:
أَنَّهُ
صلى الله عليه وسلم أُهْدِيَ لَهُ عَضْوٌ مِنْ أَرْنَبٍ، فَقَبِلَهُ
“Sesungguhnya beliau (Nabi) -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
pernah diberikan hadiah berupa potongan daging kelinci, maka beliaupun
menerimanya”.
Imam Ibnu
Qudamah berkata dalam Al-Mughny, “Kami tidak mengetahui ada seorangpun yang
mengatakan haramnya (kelinci) kecuali sesuatu yang diriwayatkan dari ‘Amr ibnul
‘Ash”. [Al-Luqothot point ke-16]
18. Belalang.
Telah
berlalu dalam hadits Ibnu ‘Umar bahwa bangkai belalang termasuk yang
diperkecualikan dari bangkai yang diharamkan. Hal ini juga ditunjukkan oleh
perkataan Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu-:
غَزَوْنََا
مَعَ رسول الله صلى الله عليه وسلم سَبْعَ غَزَوَاتٍ نَأْكُلُ الْجَرَادَ
“Kami berperang bersama Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- sebanyak 7 peperangan sedang kami hanya memakan belalang”. (HR. Al-Bukhary
dan Muslim). [Al-Luqothot point ke-17]
19. Kadal padang pasir (arab: dhobbun
[15]).
Pendapat
yang paling kuat yang merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah bahwa
dhabb adalah halal dimakan, hal ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- tentang biawak:
كُلُوْا
وَأَطْعِمُوْا فَإِنَّهُ حَلاَلٌ
“Makanlah dan berikanlah makan dengannya (dhabb) karena
sesungguhnya dia adalah halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu
‘Umar)
Adapun
keengganan Nabi untuk memakannya, hanyalah dikarenakan dhabb bukanlah makanan
beliau, yakni beliau tidak biasa memakannya. Hal ini sebagaimana yang beliau
khabarkan sendiri dalam sabdanya:
لاَ بَأْسَ
بِهِ، وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Tidak apa-apa, hanya saja dia bukanlah makananku”.
Ini yang
dikuatkan oleh Imam An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/97). [Mughniyul Muhtaj
(4/299) dan Al-Muqni' (3/529)]
20. Landak.
Syaikh
Al-Fauzan menguatkan pendapat Asy-Syafi’iyyah akan boleh dan halalnya karena
tidak ada satupun dalil yang menyatakan haram dan khobitsnya. Lihat Al-Majmu’
(9/10).
21. Ash-shurod, kodok, semut, burung
hud-hud, dan lebah.
Kelima hewan
ini haram dimakan, berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-, beliau
berkata:
نَهَى
رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ وَالضِّفْدَعِ وَالنَّمْلَةِ وَالْهُدْهُدِ
“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melarang membunuh
shurod, kodok, semut, dan hud-hud. (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih).
Adapun
larangan membunuh lebah, warid dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Abu Daud.
Dan semua
hewan yang haram dibunuh maka memakannyapun haram. Karena tidak mungkin seeokor
binatang bisa dimakan kecuali setelah dibunuh. [Al-Luqothot point ke-19 s/d 23]
22. Yarbu’.
Halal. Ini
merupakan madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan merupakan pendapat
‘Urwah, ‘Atho` Al-Khurosany, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir, karena asal dari
segala sesuatu adalah halal, dan tidak ada satupun dalil yang menyatakan
haramnya yarbu’ ini. Inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughny (11/71). [Hasyiyatul Muqni' (3/528) dan Mughniyul Muhtaj (4/299)]
23. Kalajengking, ular, gagak, tikus,
tokek, dan cicak.
Karena semua
hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan
adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal untuk
dimakan maka tentunya Nabi tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya kecuali
lewat proses penyembelihan yang syar’iy.
Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
خَمْسٌ
فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فَي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: اَلْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الْاَبْقَعُ
وَالْفَأْرَةُ وَالٍْكَلْبُ وَالْحُدَيَّا
“Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh
baik dia berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah):
Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali (HR. Muslim)
Adapun tokek
dan -wallahu a’lam- diikutkan juga kepadanya cicak, maka telah warid dari
hadits Abu Hurairah riwayat Imam Muslim tentang anjuran membunuh wazag (tokek).
[Bidayatul Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithy (1/273)]
24. Kura-kura (arab: salhafat), anjing
laut, dan kepiting (arab: sarthon).
Telah
berlalu penjelasannya pada pendahuluan yang ketiga bahwa ketiga hewan ini
adalah halal dimakan. [Al-Luqothot point ke-28 s/d 30]
25. Siput (arab: halazun) darat,
serangga kecil, dan kelelawar.
Imam Ibnu
Hazm menyatakan, “Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal memakan
seseuatupun dari jenis serangga, seperti: tokek (masuk juga cicak), kumbang,
semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk dan yang sejenis dengan mereka,
berdasarkan firman Allah -Ta’ala-, “Diharamkan untuk kalian bangkai”, dan
firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. Dan telah jelas dalil
yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa dikuasai/dijinakkan,
tidaklah teranggap secara syar’iy kecuali jika dilakukan pada tenggorokan atau
dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa menyembelihnya, maka
tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga hukumnya adalah haram karena
tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak disembelih” [16]. [Al-Luqothot point
ke-31 s/d 34]
Inilah
secara ringkas penyebutan beberapa kaidah dalam masalah penghalalan dan
pengharaman makanan beserta contoh-contohnya semoga bisa bermanfaat. Penyebutan
makanan sampai point ke-25 di atas bukanlah dimaksudkan untuk membatasi bahwa
makanan yang haram jumlahnya hanya sekitar itu, akan tetapi yang kami inginkan
dengannya hanyalah menjelaskan kaidah umum dalam masalah ini yang bisa
dijadikan sebagai tolak ukur dalam menghukumi hewan-hewan lain yang tidak
sempat kami sebutkan.
Adapun makanan
selain hewan dan juga minuman, maka hukumnya telah kami terangkan secara global
dalam pendahuluan-pendahuluan di awal pembahasan, yang mana
pendahuluan-pendahuluan ini adalah semacam kaidah untuk menghukumi semuanya,
wallahul muwaffiq.
Sumber;
http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/11/30/lengkap-mengetahui-makanan-haram-dan-halal/
No comments:
Post a Comment