Sunday, April 8, 2012

HADITS-HADITS DLA’IF DALAM KITAB RIYAADLUSH-SHALIHIIN 

Bab : Takut kepada Allah

Hadits No 413
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata, “Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca (ayat) : “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”. Beliau bersabda,”tahukah kalian apa kabar bumi itu?”. Para shahabat menjawab,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah berkata,”Kabar bumi itu adalah bumi akan menjadi saksi atas setiap perbuatan manusia, baik laki-laki atau perempuan, sebagaimana yang dikerjakan di atasnya. Bumi berkata : ‘Engkau telah berbuat ini dan itu pada hari ini dan itu’. Itulah kabar beritanya“. (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”.).

Friday, April 6, 2012

Hindari Murka Allah, Now...!

Bencana yang menimpa suatu bangsa tidak datang sekonyong-konyong. Ada rangkaian kesalahan yang mendorong vonis "petaka" dijatuhkan Tuhan atas mereka Era globalisasi di samping menimbulkan dampak positif secara material, ternyata menjebak manusia kepada pola kehidupan individualistik dan hedonik. Terbukti dengan berbagai kasus kriminalitas makin sulit diantisipasi.

Penyakit ruhani (mental) yang mewabah mesyarakat semakin kronis. Krisis demi krisis yang menimpa bangsa kita, hingga kini tak kujung berakhir. Kita baru menyadari bahwa sistem kehidupan materialistik yang ditawarkan oleh bangsa Barat dan pola kehidupan kolektif yang berkembang di Timur terbukti berujung kepada kegagalan. Kini ummat manusia berada pada jurang kehancuran. Prestasi yang selama ini mereka ukir hanyalah merupakan fatamorgana. "Dan oranag-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun." (QS.An-Nur:39) "Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit." (QS.Al-A'raf:182)

Wednesday, April 4, 2012

Ayo Qasidahan lan Syi'iran

يا سيدي يا رسول الله

يا سيدي يا رسولَ الله - يا من له الجَاهُ عند الله
إنّ الْمُسِيْئِيْنَ قدْ جَاءُوك - بالذّنْبِ يَسْتَغْفِرُونَ الله
يا سيّد الرُّسْل هَادِيْنـا - هَيـّا بِغَارة إِلَيْنا الآن
يا هِِمَّة السّادات الأقْطاَب- مَعَادِن الصِّدْقِ والسِّرّ
نَادِ المُهَاجِرصَفِيّ الله -ذاك ابْنُ عيسى أبَا السَّادات
ثُمّ المُقَدّم ولِيّ الله - غَوْث الوَرَى قُدْوَة القَادات
ثمّ الوَجِيْـه لِديْنِ الله - سَقّافَنا خَارِق الْعَادَات
والسّيّد الكامِل الأَوّاب - العَيْدرُوس مَظْهَر القُطْر
قُومُوا بِنا واكْشِفُوا عَنّا - يا سَاداتِي هذِه الأَسْوَ
وَاحْمواُ مَدِيْنَتْكُم الغَنَّا - مِنْ جُمْلةِ الشَّرّ والْبَلْوَى




Qasidah ini menceritakan tentang tawassul kepada Rasulullah SAW dan para salaf, di antara mereka: Ahmad bin Isa Al-Muhajir, Al-Faqih Al-Muqaddam, Abdurrahman Al-Saggaf, Abdullah Al-idrus untuk kita mendapat pengampunan dari Allah SWT dan di jauhkan dari segala kejahatan dan musibah


-------------------

7 HURUF DALAM ALQUR'AN

I. Pendahuluan

Sulit dibayangkan sekiranya umat Islam tidak memiliki al-Qur’an. Padahal ia adalah umat terakhir, umat yang diutus Allah sebagai saksi atas perbuatan semua manusia, dan umat terbaik yang rasulnya menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘a>lamin). Atau sulit dibayangkan sekiranya al-Qur’an yang ada di tangan umat ini bukan berasal dari ‘Tangan’ Zat yang maha mengetahui segala sesuatu yang gaib dan yang zahir.

Fenomena al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw ternyata bagaikan magnet yang selalu menarik minat manusia untuk mengkaji dan meneliti kandungan makna dan kebenarannya. Al-Qur’an yang diturunkan atas ‘tujuh huruf’(sab’at ahruf) menjadi polemik pengertiannya di kalangan ulama, polemik ini bermuara pada pengertian sab’ah dan ahruf itu sendiri, dan korelasinya dengan cakupan mushaf Usman.

Auliya Tanah Jawa *

Masyarakat tradisional Jawa sangat mengenal dan menghormati Walisongo, yaitu Sembilan Wali, ahli agama yang pertama kali memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Pada waktu itu penduduk Jawa masih sedikit, tanah yang dipergunakan untuk berkebun dan bersawah juga masih sedikit, sebagian besar masih berupa hutan. Kondisi alam yang subur dan iklim tropis yang nyaman telah mengantar tumbuhnya kehidupan masyarakat yang tertata dan berbudaya. Sudah lama berkembang bentuk pemerintahan kerajaan lengkap dengan birokrasinya yang menggerakkan jalannya tata praja yang diduduki oleh orang-orang Jawa sendiri.

Bentuk pemerintahan kerajaan adalah pengaruh dari budaya Hindu, sebelumnya pemerintahan asli berbentuk Kabuyutan yang dipimpin oleh Ki Buyut ( Orang tua bijak yang jadi panutan). Orang-orang zaman dulu selain telah mengenal pertanian dengan sistim irigasi, juga mengenal pelayaran yang cukup maju pada masanya. Nenek moyang bangsa juga menjadi pelaut yang handal seperti yang dikumandang lagu : “Nenek moyangku orang pelaut”. Pertanian dan pelayaran berkembang karena sejak zaman kuno , pinisepuh negeri ini telah mengenal Ilmu Bintang, jadi sangat memahami musim, cuaca, aliran angin dsb. Sehingga diketahui dengan akurat ,kapan saat tanam dan melaut.

Monday, April 2, 2012

Pangeling-eling


Di sebuah langgar desa telah aku dapatkan nilai-nilai dasar kehidupan:
mengaji sorogan, belajar tajwid dengan nadhoman arab pegon, menghafal
shalawatan dan tahlilan adalah menu setiap hari. Hingga kitab-kitab salafus shaleh
yang sederhana tetapi penuh makna, misalnya safinatun najah, ta'limul muta'alim, fiqih 
asy-Syafi'i, imrithi yang tidak sampai selesai, dll.  Syukran Asyatidz ......



Disinilah aku dilahirkan dan dibesarkan, kini semua telah menjadi kenangan yang tiada terlupakan.


Save Rentenir

Sunday, April 1, 2012

Khutbah Disoal

MEMBACA AL-QURAN DALAM SATU SURAT PADA WAKTU SALAT TERBALIK URUTANNYA, MEMBACA “SAYYIDINA” DALAM SHALAT PADA WAKTU TAHIYYAT DAN MENJELASKAN HADIS DENGAN AYAT AL-QURAN

Pertanyaan Dari: Nyak Mat, NBM 874.346, Ketua PR Muhammadiyah Kauman Pisang Labuhan Haji tahun 1995-2005 Desa Ujung Batu Kec. Labuhan Haji Aceh (disidangkan pada hari Jum’at, 4 Syakban 1431 H / 16 Juli 2010)

Pertanyaan:
  1. Bagaimana hukumnya imam dalam salat jamaah membaca al-Quran dalam satu surat terbalik urutannya? Dalam rakaat pertama membaca: آمَنَ الرَسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ sampai denganفَانْصُرْنَا عَلَي اْلقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ [الْبَقَرَةُ : 285-286] Pada rakaat kedua membaca: وَ إِذاَ سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي sampai denganلَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ [البقرة: 186] 2.
  2. Dalam rubrik khutbah Jum’at yang dimuat SM banyak dijumpai bacaan salawat: وَ الصَّلاَةُ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ Bolehkah bacaan salawat seperti itu dibaca dalam salat ketika duduk tahiyat? 
  3. Dalam SM no 23 tahun 2009 khutbah yang disampaikan Kusun Dahari dituliskan hadis: إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ Hadis itu ditafsirkan dengan ayat al-Quran surat an-Nisa ayat 9 : وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا Pertanyaannya; Apakah boleh hadis Nabi diperjelas dengan ayat al-Quran seperti termuat juga dalam khutbah Jum’at SM no. 4 tahun 2010? Penulis pernah mendengat pendapat yang mengatakan haram hal itu. Jawaban: Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Kami telah merangkum pertanyaan-pertanyaan saudara menjadi tiga hal.

Mengenal Syeikh Abdul Qodir Jaelani

Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.(Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi.