Sunday, April 8, 2012

HADITS-HADITS DLA’IF DALAM KITAB RIYAADLUSH-SHALIHIIN 

Bab : Takut kepada Allah

Hadits No 413
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata, “Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca (ayat) : “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”. Beliau bersabda,”tahukah kalian apa kabar bumi itu?”. Para shahabat menjawab,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasulullah berkata,”Kabar bumi itu adalah bumi akan menjadi saksi atas setiap perbuatan manusia, baik laki-laki atau perempuan, sebagaimana yang dikerjakan di atasnya. Bumi berkata : ‘Engkau telah berbuat ini dan itu pada hari ini dan itu’. Itulah kabar beritanya“. (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”.).
Keterangan :
Sanad hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Yahya bin Abi Sulaiman Al-Madani, orang yang lemah dalam periwayatan haditsnya.
Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah oleh Syaikh Al-Albani hadits nomor 4834; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin oleh Syaikh Al-Arnauth hadits nomor 408.
Bab : Keutamaan dan Anjuran Zuhud terhadap Dunia
Hadits No 486
Dari Abu Amru (‘Utsman) bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiada hak bagi seorang manusia (anak turun Adam) dalam semua hal kehidupan ini, selain rumah (tempat tinggal), pakaian yang menutup auratnya, roti kering, serta air” (HR. Tirmidzi, ia berkata : “Hadits shahih”.).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Harits bin As-Sa’ib, sebagaimana Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Al-Muntakhab (10/1/2) dari hanbal, ia berkata,”Aku bertanya kepada Abu Abdbillah (Imam Ahmad bin hanbal) tentang Harits bin As-Sa’ib, maka ia berkata : “Tidak ada halangan terhadapnya melainkan dia meriwayatkan hadits munkar – (dikatakan hadits dari ‘Utsman, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) – untuk hadits tersebut”.
Qatadah juga meriwayatkan dan menyelisihinya, yaitu meriwayatkan dari Al-Hasan, dari hamran, dan dari seorang ahli kitab.
Lihat [I]Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 1063; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 482.
Hadits No 488
Dari Abdullah bin Mughaffal radliyallaahu ‘anhu berkata, “seorang berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,”Wahai Rasulullah, demi Allah aku mencintaimu”. Nabi menjawab,”Perhatikan, apa yang kamu katakan”. Orang tersebut berkata lagi,”Demi Allah, aku cinta kepadamu ya Rasulullah”. Kata-kata tersebut diulanginya sampai tiga kali. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Jika engkau memang benar-benar mencintaiku, maka bersiap-siaplah engkau menghadapi kemiskinan sebagai perisai kehidupan, karena kemiskinan lebih cepat datangnya kepada orang yang cinta kepadaku melebihi kecepatan banjir yang mengalir ke dalam jurang” (HR. Tirmidzi, dia berkata,”Hadits hasan gharib”.).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada dua perawi yang bernama Syidad bin Thalhah Ar-Rasibi dan Abul-Wazi’; mereka berdua dla’if. Matan (redaksi) haditsnya munkar. Banyak riwayat hadits shahih yang menjelaskan dan memuji harta yang halal ketika harta itu berada di tangan orang yang bertaqwa kepada Allah ta’ala. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak dianggap suatu hasad jika seseorang iri dalam dua hal, (yaitu) orang yang diberi pemahaman oleh Allah dalam Al-Qur’an dan ia menegakkannya sepanjang malam dan siang; dan seorang yang diberi harta oleh Allah, lalu ia bersedekah dengan harta itu sepanjang siang dan malam” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lihat Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 409; bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 484; takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 484.
Bab : Keutamaan lapar dan Kesederhanaan dalam Hidup, Baik Berupa Makanan, Minuman, Pakaian, Maupun Hal yang Lain
Hadits No 524
Dari Asma’ binti Yazid berkata, “Adalah lengan baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam panjangnya sampai pergelangan tangan” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia berkata : “Hadits ini hasan”).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Syahar bin Husyaib. Al-Hafidh berkata (dalam kitabnya At-Taqrib),”Ia seorang yang jujur (shaduq), tetapi banyak meriwayatkan hadits secara mursal (periwayatan yang disandarkan langsung kepada nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam – gugur sanadnya setelah tabi’in). Ia juga banyak meriwayatkan dengan periwayatan yang meragukan”. Aku (Syaikh Al-Albani) katakan, “Syahar adalah orang yang lemah riwayatnya dan buruk hafalannya”.
Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 2458; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 519.
Bab : Mengingat kematian dan Mengurangi Angan-Angan
Hadits No 583
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segeralah beramal sebelum datangnya tujuh macam keadaan : Apakah yang kamu nantikan selain kemiskinan yang dapat melalaikan, atau kekayaan yang dapat membuat orang sombong, atau suatu penyakit yang dapat merusak badan, atau masa tua yang melelahkan, atau datangnya kematian yang cepat, atau kedatangan Dajjal sejahat-jahat yang dinantikan, atau hari kiamat, padahal hari kiamat itu sangat pedih dan dahsyat” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan”.).
Keterangan :
Sanad hadits ini dla’if sekali (dla’if jiddan), karena ada perawi yang bernama Muhriz bin Harun. Al-Hafidh dalam At-Taqrib mengatakan,”Dia orang yang matruk (ditinggalkan haditsnya, tidak boleh diambil)”. Al-Bukhari berkata,”Munkarul-hadiits”. Sedangkan Abu Hatim Ar-Raazi berkata,”Ia orang yang tidak kuat periwayatannya”.
Lihat kitab Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah hadits nomor 1666; Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 400; Dla’iful-Jaami’ hadits nomor 2315; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 93; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 93.
Bab : Disunnahkan Ziarah Kubur Bagi Laki-Laki dan Berdoa Ketika Berziarah
Hadits No 589
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berjalan di kuburan Madinah, lalu beliau menghadap ke kuburan dengan wajahnya tersebut sambil berdoa : “Selamat sejahtera kepada kalian wahai ahli kubur, semoga Allah mengampuni kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami berikutnya” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan”).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Qabus bin Abi Dhabyan.
An-Nasa’i berkata, “Ia (Qabus) tidak kuat hafalannya”.
Ibnu Hibban berkata, “Ia buruk hafalannya dan ia sendiri yang meriwayatkannya dari bapaknya yang tidak mempunyai sandaran untuknya”.
Mungkin At-Tirmidzi mengatakan hadits itu hasan karena ada pertimbangan bahwa hadits tersebut ada syawahidnya (hadits-hadits lain yang semakna yang memperkuatnya). Makna hadits tersebut shahih, kecuali matan (redaksi) hadits yang berbunyi : Fa-aqbala ‘alaihim biwajhih (lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menghadap kuburan tersebut dengan wajahnya), periwayatan matan ini munkar, karena Qabus meriwayatkan sendir dari bapaknya. Hadits shahih yang semakna dengan hadits tersebut antara lain dari Buraidah radliyallaahu ‘anhu berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada para shahabatnya jika pergi ke kuburan supaya membaca : Assalaamu’alaikum ahlad-diyaari minal-mu’miniina wal-muslimiin. Wa innaa in syaa allaahu bikum laahiquun. As-alullaaha lanaa walakumul-’aafiyah (Selamat sejahtera bagimu penduduk kaum mukminin dan muslimin, dan kami insyaAllah akan mengikuti kalian. Aku memohon pengampunan Allah untuk kami dan kalian” (HR. Muslim).
Lihat Ahkaamul-Janaaiz halaman 197 dan bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 584.
Bab : Wara’ (Kesederhanaan) dan Menjauhi Syubhat
Hadits No 601
Dari Athiyyah bin Urwah As-Sa’di radliyallaahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang hamba tidak dapat mencapai tingkat taqwa yang sempurna, hingga ia meninggalkan apa-apa yang tidak dilarang karena khawatir terjerumus ke dalam hal yang dilarang (diharamkan)” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan”).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Abdullah bin Yazid. Ia di-dla’ifkan oleh jumhur ulama’ hadits.
Al-Hafidh berkata (dalam At-Taqrib),”Ia adalah orang yang lemah dalam periwayatan hadits”. Meskipun hadits ini dla’if, tetapi maknanya mempunyai dasar yang menjiwai tentang wara’ (kesederhanaan) dan menjauhi syubhat, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari An-Nu’man bin Basyir radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram pun telah jelas. Dan di antara keduanya ada hal-hal yang samar (musytabihaat), tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang berhati-hati dari syubuhat, maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubuhat, maka akan terjerumus ke dalam yang haram” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lihat kitab Takhrij Al-Halal wal-Haram hadits nomor 178; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 596.
Bab : Mengucapkan Selamat Tinggal dan Pesan Wasiat kepada Teman yang Akan Bepergian
Hadits No 718
Dari Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu berkata, “Aku minta ijin kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk melakukan umrah, dan beliau mengijinkanku. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Jangan engkau lupakan kami wahai saudaraku dalam doamu”. Umar berkata,”Sungguh, itulah suatu ucapan yang menyenangkan bagiku daripada aku memiliki dunia ini
Dalam riwayat lain : Nabi berpesan : “Sertakanlah (sebutkanlah) kami dalam doa-doamu wahai saudaraku” (An-Nawawi berkata,”Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan shahih”).
Keterangan :
Hadits ini sanadnya dla’if karena ada perawi yang bernama Asim bin ‘Ubaidillah, seorang yang dla’if. An-Nawawi yang menshahihkan hadits ini seakan-akan bertaqlid kepada At-Tirmidzi, dimana hadits itu seakan-akan tidak nampak oleh beliau kedla’ifannya.
Lihat rincian takhrij ini dalam kitab Al-Misykah hadits nomor 2248; dan Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 264.
 
Bab : Adab dalam Minum
Hadits No 762
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kalian minum sekaligus seperti unta, tetapi minumlah dua atau tiga kali. Bacalah nama Allah jika akan minum dan bacalah alhamdulillah jika selesai minum” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”).
Keterangan :
Dalam sanad ini ada perawi yang bernama Yazid bin Sinan Abu Farwah Ar-Rahawi, dia adalah perawi yang dla’if. Syaikhnya (gurunya) juga seorang yang tidak dikenal (majhul). Oleh sebab itu, di didla’ifkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-’Asqalani dalam Fathul-Baari (10/81).
Lihat Takhrij Al-Misykah hadits nomor 4278; dan Bahjatun-Naadhiriin nomor 758.
Bab : Gambaran Tentang Panjang Gamis, Kain, dan Ujung Serban
Hadits No 794
Dari Asma’ bin Yazid radliyallaahu ‘anhu berkata, “Lengan baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam panjangnya sampai pergelangan tangan” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama Syahar bin Husyaib. Al-Hafidh berkata (dalam kitabnya At-Taqrib),”Ia seorang yang jujur (shaduq), tetapi banyak meriwayatkan hadits secara mursal (periwayatan yang disandarkan langsung kepada nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam – gugur sanadnya setelah tabi’in). Ia juga banyak meriwayatkan dengan periwayatan yang meragukan”. Aku (Syaikh Al-Albani) katakan,”Syahar adalah orang yang lemah riwayatnya dan buruk hafalannya”.
Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 2458; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 519.
Hadits No 801
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, “Ketika seseorang sedang shalat dengan kain yang di bawah kaki, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya,”Wudlulah kamu”. Sesudah dia berwudlu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata lagi kepadanya,”Wudlulah kamu”. Kemudian seseorang bertanya,”Ya Rasulullah, mengapa engkau menyuruhnya berwudlu kemudian engkau diamkan dia?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata,”Dia telah shalat dengan kain di bawah mata kaki. Allah tidak menerima shalatnya orang yang musbil (melabuhkan kainnya di bawah mata kaki)” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih sesuai syarat Muslim).
Keterangan :
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Abu Ja’far.
Al-Mundziri berkata,”Dalam sanadnya ada orang yang bernama Abu Ja’far. Ia orang Madinah, tetapi tidak diketahui namanya”. Ada riwayat yang mengandung sebagian makna hadits tersebut, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud dengan sanad shahih dari Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Siapa yang menjulurkan kainnya di bawah mata kaki ketika shalat dengan kesombongan, maka tidak ada dari Allah perlindungan (menghalalkan baginya surga) dan keharaman (dari api neraka)” (HR. Abu Dawud).
Lihat Takhrij Al-Misykah hadits nomor 761; Dla’if Abu Dawud hadits nomor 96; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 797; Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 797.
Bab : Adab dalam Majelis dan Kawan Duduk
Hadits No 834
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radliyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang duduk di tengah-tengah lingkaran majelis” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan).
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Miljaz, bahwa ada seseorang yang duduk di tengah lingkaran majelis, maka Hudzaifah berkata,”Terlaknatlah lewat lisan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam” atau “Allah melaknat lewat lisan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam orang yang duduk di tengah lingkaran majelis” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan shahih”).
Keterangan :
Hadits ini munqathi’ (hadits yang di tengah sanadnya gugur seorang perawi), yaitu perawi yang bernama Abu Miljaz (yaitu Lahiq bin Humaid). Ia tidak mendengar dari Hudzaifah sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Ma’in dan selainnya.
Lihat Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 830; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 830.
Bab : Sunnah Berjabat Tangan, Bermuka Manis Saat Bertemu, dan Mencium Tangan Orang Shalih, Mencium Anak Kecil
Hadits No 894
Dari Shafwan bin Assal radliyallaahu ‘anhu berkat, “Seorang Yahudi berkata kepada temannya,”Mari kita pergi bertemu Nabi itu”. Kemudian pergilah keduanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan menanyakan tentang sembilan ayat. Setelah dijawab oleh beliau, mereka lalu mencium tangan dan kaki beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata,”Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar seorang Nabi” (HR. Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih).
Keterangan :
Semua sanad hadits tersebut hanya satu yaitu dengan melalui seorang perawi yang bernama Abdullah bin Salimah.
Aku katakan (yaitu Syaikh Al-Albani) : “Bahwa ia didla’ifkan oleh semua ahli hadits yang terpercaya, seperti Imam Ahmad, Syafi’i, Imam Bukhari, dan yang lainnya. Juga didla’ifkan oleh penyusun kitab ini (kitab Riyaadlush-Shaalihiin). Az-Za’ila’i menukil dalam kitab Nasbur-Rayyah (4/258) dari An-Nasa’i, beliau berkata (tentang hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi),”Hadits tersebut munkar”.
Al-Hafidh berkata (dalam kitab Takhrij Al-Ahaadits Al-Kasyaf),”Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ahmad, Ishaq, Abu Ya’la, dan Ath-Thabarani melalui seorang perawi yang bernama Abdullah bin Salimah. Ketika usia lanjut, hafalannya sangat buruk, sehingga sanad hadits tersebut dla’if”.
Lihat Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 30; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 889; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 889.
Hadits No 895
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma bercerita, yang akhirnya ia berkata, “Maka kami mendekat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mencium tangannya” (JHR. Abu Dawud).
Keterangan :
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Yazid bin Abi Ziyad Al-Hasyimi.
Al-Hafidh berkata,”Ia adalah orang yang lemah dalam periwayatan hadits. Ketika lanjut usia ada perubahan pada dirinya”.
Akan tetapi ada beberapa hadits shahih lain yang menjelaskan tentang adanya mencium tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, maka ditetapkan bolehnya mencium tangan seorang yang alim atau bertaqwa, sepanjang perbuatan tersebut tidak menjadi suatu kebiasaan. Hadits-hadits tersebut seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adaabul-Mufrad hadits nomor 975 dan Sunan Abu Dawud hadits nomor 5225. Kedua hadits tersebut dla’if, tetapi ada syahid lainnya seperti di Adabul-Mufrad hadits nomor 587 dengan sanad hadits maqbul (dapat diterima), sehingga status hadits dengan adanya syahid hadits lainnya menjadi hasan, insyaAllah.
Lihat Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 890; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 890.

1 comment:

  1. bagaimana hukum kita menggunakan hadits dlaif? bukankah semua hadits disebut "dhan", dugaan. hemat kami hadits dlaif dapat dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan kisah, amaliyah, dan peningkatan keimanan.

    ReplyDelete