Ketika penulis duduk di bangku SMP dan MAN masih ingat sampai sekarang bahwa ada istilah
guru killer, guru ndagel/mloto, guru sadis, guru judes, dan guru cuek.
Bahkan ketika tahu akan ada pelajaran yang diampu guru tertentu terasa malas
masuk sekolah, tidak bersemangat, begitu ada suara/langkah guru akan masuk
kelas terasa malaikat maut sudah datang. Sebutan guru killer merupakan gambaran
guru yang pelit nilai, galak, tidak ada rasa humor, dan adanya rasa takut tidak berani menatap wajah
guru sehingga terasa kaku dan murid merasa bahagia apabila jam pelajaran
selesai, nafas baru lega. Sedangkan guru ndagel adalah pembawaan guru di kelas
yang santai, lucu, tidak pernah memberikan tugas, yang terpenting murid senang
dengan cara mengajar guru tanpa menuntut materi pelajaran apakah sesuai dengan
kurikulum atau tidak, yang penting happy.
Tugas
utama seorang guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai pengajar,
pendidik, pelatih dan pembimbing siswa. Sebagai pengajar seorang guru berperan
dalam melakukan transfer of knowledge, yakni mentransfer ilmu
pengetahuan dan teknologi (aspek kognitif). Tugas sebagai pendidik menempatkan
guru dalam melakukan transfer of value yang meneruskan nilai-nilai
kehidupan (aspek afektif). Sebagai pembimbing dan pelatih siswa guru berperan
dalam mengembangkan keterampilan, memberikan pengarahan dan menuntun siswa
dalam mewujudkan cita-citanya (aspek psikomotorik).
Untuk
bisa melaksanakan tugasnya secara maksimal agar dalam proses belajar
mengajarnya seorang guru dapat mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dalam rencana pembelajarannya, maka seorang guru dituntut
mampu menjadi guru yang efektif. Drs. Sukadi (2006 : 11) menegaskan bahwa guru
efektif adalah guru yang mau dan mampu mendayagunakan (empowering) seluruh
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya, peserta didiknya dan lingkungan
belajarnya untuk mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dalam rencana pembelajaran. Tidak hanya itu, Ia juga harus mampu menciptakan
proses belajar mengajar yang efektif. Proses belajar mengajar yang efektif
adalah suatu proses pembelajaran yang dapat memberikan hasil belajar maksimal
berupa penguasaan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan keterampilan kepada
peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
(Nazarudin Rahman, 2009 : 131).
Siapa
yang tidak mau menjadi guru yang disukai siswa? Semua guru sepertinya
mengharapkan ini, termasuk siswa, bahkan orang tua siswa. Oleh karena itu,
masing-masing guru perlu membuat master plan tentang hal ini, minimal melakukan
riset sendiri-sendiri sejauhmana gaya mengajarnya terhadap siswa, sebab
bagaimanapun kemahiran dan kepandaian guru belum menjamin siswa tertarik dan
senang diajar selama hubungan guru dan murid tidak berjalan dengan baik, dus “bagaimana
mungkin siswa bisa belajar dengan baik selama prilaku guru dikelas kurang/tidak
menyenangkan?”. Tapi tahukah kita bahwa semakin minta disukai siswa semakin
jauh kita dari kriteria guru yang layak disukai siswa? jika disukai siswa
menjadi tujuan kita sebagai guru tidak ada yang namanya profesionalisme lagi,
yang ada hanyalah menuruti apa yang siswa mau dan inginkan.
Berikut
beberapa hal yang berkaitan untuk meningkatkan guru agar proses pembelajaran di
kelas menarik siswa:
1.
Tidak
terlalu banyak melaksanakan metode ceramah. Metode ceramah di kelas adalah
keharusan dan merupakan metode yang pasti dipakai sebagai penyampaian materi
secara verbal, tetapi jika terlalu lama akan membuat siswa pasif/bosan,
mengandung unsur paksaan kepada siswa, sulit mengontrol sejauhmana pemerolehan
belajar siswa.
2.
Memberikan
contoh kepada siswa apa yang ia ingin siswa lakukan. Jika anda sebagai guru
berharap siswa anda hormat pada anda, silahkan terlebih dahulu menjaga harga
diri siswa anda di kelas. Oleh karena itu, faktor keteladanan guru mutlak
diperlukan sebagai cerminan kewibawaan.
3.
Jika
marah atau kecewa pada siswa, berbicara pada mereka dan bukan berteriak.
Kemarahan akan menghentikan sesaat, sedangkan keramahan membuat suasana tenang.
4.
Berbagi
senyum tulus pada semua siswa. Siswa yang dicap sebagai anak yang “bermasalah”
akan luntur dan akan menyukai jika memberikan senyum pada mereka.
5.
Memotivasi
siswa dengan cara memotivasi dan bukan menyindir. Maka guru dituntut untuk
menambah wawasan dengan membaca buku-buku motivasi ataupun misalnya belajar
melalui program TV semacam Mario Teguh Golden Ways, dimana kita bisa belajar
banyak dari materi motivasi, gaya penyampaian dan kata-kata bijaknya.
6.
Menggunakan
humor pada tempat dan saat yang tepat. Menurut penelitian Darmansyah Nabar
(2009) menyatakan bahwa, kontribusi kecerdasan emosional terhadap hasil belajar
siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran dengan sisipan humor lebih
tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional, strategi pembelajaran dengan sisipan humor
lebih efektif meningkatkan kecerdasan emosional dan pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
7.
Penyabar
dan menganggap semua siswa sedang berproses. Hindari meneruskan warisan guru
lain dengan melanjutkan cap yang sudah diterima oleh siswa tertentu. Mendidik
anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam
dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan
anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang
keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi kental dengan kekerasan, hati,
pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari kebenaran dan kesejukan. Kelembutan,
kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep Al-Quran, apapun pendidikan
diberikan kepada anak hendaknya dengan kelembutan dan kasih sayang (lihat kisah
Luqman dengan anaknya).
Riset
mendefinisikan guru reflektif sebagai pribadi yang introspektif, artinya mereka
selalu mencari pemahaman yang lebih mendalam akan pengajaran melalui studi
lanjut atau membaca buku-buku profesionalitas. Dengan cara melakukan refleksi
setiap waktu, guru berkehendak untuk menjadi pendidik yang lebih baik dan
menanamkan sesuatu yang berbeda (sesuatu yang positif) dalam hidup para
muridnya. Guru yang efektif membuka hati terhadap masukan dan kritik
konstruktif demi perkembangan pribadi dan keterampilannya, kemudia mereka akan merefleksikannya dan
belajar untuk berubah ke arah yang lebih baik. Bagaimana dengan kita? (koesoen@yahoo.co.id)
No comments:
Post a Comment