Ketika mendengar nama salah satu pelajaran yang ada di madrasah ataupun di pesantren, yakni pelajaran Al-Qur’n Hadis, mungkin akan terbayang di benak kita sebuah pelajaran yang membosankan dan menjemukan. Ya, pantas saja kesan tersebut segera menyeruak dalam benak kita. Sebab, selama ini pelajaran tersebut memang disampaikan dengan cara dan metode yang membosankan. Dari dulu sampai sekarang, cara yang ditempuh oleh ustaz yang mengampu mata pelajaran tersebut hanya itu-itu saja, nyaris tidak ada perubahan sama sekali. Membaca ayat atau hadis, mendengarkan ceramah ustaz yang menjemukan dan membuat ngantuk, atau menghafal rangkaian ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang entah untuk apa gunanya. Itulah rangkaian rutinitas pembelajaran Al-Qur’an Hadis yang selama ini terjadi. Melihat tradisi pembelajaran Al-Qur’an Hadis yang barusan disebut, pantas dan sangat wajar jika murid-murid merasa jenuh dan bosan.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana menyajikan pelajaran Al-Qur’an Hadis supaya lebih menyenangkan dan mencerahkan?
Jika mencermati dunia pendidikan Barat, kita akan dibuat terpana dan berdecak kagum. Bagaimana tidak, di sana setiap waktu muncul silih berganti aneka inovasi pembelajaran. Usaha yang ditempuh oleh para praktisi dunia pendidikan Barat ini bertujuan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberdayakan siswa, sekaligus mencerahkan. Berikut ini saya sebutkan di antara inovasi para praktisi pendidikan Barat: quantum learning temuan Bobbi DePorter dan Mike Hernacki; quantum teaching temuan Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nouri; accelerated learning temuan Dave Meier; multiple intelligences temuan Howard Gardner, serta contextual teaching and learning (CTL) temuan Elaine B. Johnson. Ini hanyalah beberapa contoh. Di luar itu masih banyak teori-teori pembelajaran yang mencerahkan dan memberdayakan.
Kalau mencermati teori-teori dan konsep-konsep pembelajaran di atas, akan tersirat bahwa inti pembelajaran yang digagas oleh para praktisi pendidikan Barat adalah menciptakan suasana pembelajaran yang memandang siswa sebagai manusia secara utuh, sebagai subjek bukan sebagai objek. Dengan demikian, kendali pembelajaran bukan berada di tangan guru atau pendidik seutuhnya. Aktor pembelajaran adalah siswa. Guru hanyalah sebagai fasilitator. Dengan suasana pembelajaran seperti ini, praktis yang banyak terlibat adalah siswa. Dengan banyak terlibat secara aktif, otomatis siswa tidak akan merasa bosan. Justru para siswa akan merasa senang dan bergairah.
Kembali pada pembelajaran Al-Qur’an Hadis yang menyenangkan. Menurut saya, para pengampu pelajaran Al-Qur’an Hadis perlu melakukan inovasi dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Tujuannya adalah agar suasana pembelajaran tampak baru dan menarik minat para siswa. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa masukan dari saya untuk menyajikan pelajaran Al-Qur’an Hadis yang menyenangkan, menggairahkan, dan mencerahkan. Paling tidak, dengan sekelumit inovasi ini, pembelajaran Al-Qur’an Hadis akan tampak baru. Kalau dulu para siswa terkantuk-kantuk ketika menyimak pelajaran Al-Qur’an Hadis, dengan beberapa inovasi ini, diharapkan mereka akan bergairah dan lebih antusias.
Pertama, pembelajaran Al-Qur’an Hadis boleh saja mengadopsi teori-teori pembelajaran Barat seperti yang disebutkan di atas. Misalnya, dengan menerapkan teori pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) temuan Elaine B. Johnson. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa seorang pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pelajaran tersebut. Teori ini dapat diaplikasikan dengan cara mengaitkan isi dari sebuah mata pelajaran, misalnya pelajaran Al-Qur’an Hadis, dengan pengalaman para siswa. Dengan cara seperti ini, para siswa akan mampu menemukan makna dari materi pelajaran yang dipelajarinya. Jika mereka mampu menemukan makna (baca: kegunaan) dari pelajaran tersebut, mereka akan lebih antusias dalam belajar, karena mereka mempunyai alasan untuk belajar.
Kedua, mencoba menggali metode pembelajaran yang menyenangkan dari sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Kita seharusnya malu, kenapa para praktisi pendidikan Barat mampu menemukan inovasi-inovasi pembelajaran, sementara kita umat Islam tidak mampu berbuat apa-apa. Padahal, dalam deretan ayat Al-Qur’an dan himpunan hadis Nabi terkandung metode pembelajaran yang dipakai oleh Allah dan Rasul-Nya dalam mendidik umat ini.
Sebagai contoh, dalam ‘Ulumul Qur’an ada materi Qashash Al-Qur’an (kisah-kisah Al-Qur’an) dan Amtsal Al-Qur’an (tamsil atau permisalan Al-Qur’an). Dua cabang keilmuan Al-Qur’an ini sebenarnya bisa dijadikan sebagai salah satu strategi pembelajaran Al-Qur’an Hadis. Dengan metode Qashash Al-Qur’an, pembelajaran Al-Qur’an Hadis akan tampak lebih menyenangkan dan dramatis. Dan, dengan metode Amtsal Al-Qur’an, pelajaran Al-Qur’an Hadis akan lebih menghunjam ke dalam sanubari para siswa. Ini hanyalah satu contoh.
Demikian juga dalam hadis Nabi, terdapat sekian puluh metode Rasulullah dalam mengajari dan mendidik para sahabatnya. ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam ar-Rasuul al-Mu‘allim wa Asaalibuhu fii at-Ta‘liim merangkum sekitar 40 metode pembelajaran Rasulullah. Jika masing-masing metode pembelajaran Rasulullah ini diimplementasikan dalam pelajaran Al-Qur’an Hadis, tentu pelajaran tersebut akan lebih menyenangkan dan menggairahkan.
Salah satu metode pembelajaran Rasulullah yang disebutkan dalam kitab ini adalah metode interaktif-dialogis (tanya jawab). Sebagai contoh, dalam satu hadis riwayat Imam Muslim dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian tahu, siapakah orang yang disebut bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang disebut bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang atau kekayaan.” Lalu Rasulullah menjelaskan, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada Hari Kiamat nanti memiliki banyak pahala shalat, puasa, dan zakat, namun di sisi lain ia suka mencaci dan memfitnah orang lain, memakan harta orang lain (secara tidak halal), menumpahkan darah orang lain (tanpa hak), dan berbuat kekerasan kepada orang lain. Maka, (pahala) amal kebaikan orang tersebut akan diberikan (oleh Allah) kepada orang-orang yang pernah ia sakiti. Selanjutnya, jika (pahala) amal kebaikan orang tersebut telah habis dibagikan kepada mereka sebelum lunas beban (dosa) yang harus dia pikul, maka diambillah dosa-dosa mereka, lalu ditimpakan kepada orang tersebut hingga ia pun akhirnya dilemparkan ke dalam api neraka.” Bukankah suasana pembelajaran ini sangat menyenangkan?
Ketiga, dengan memanfaatkan teknologi. Misalnya, pembelajaran Al-Qur’an Hadis diselenggarakan dengan menggunakan LCD dan laptop lewat presentasi power point yang atraktif. Atau, pembelajaran Al-Qur’an Hadis juga sesekali diselingi dengan pemutaran film Islami yang inspiratif. Dengan cara seperti ini, insya Allah suasana pembelajaran Al-Qur’an Hadis akan lebih menyenangkan dan menggairahkan. Dampaknya, para siswa akan lebih antusias dalam mengikuti dan mencermati pelajaran Al-Qur’an Hadis.
Ke depan, para ustaz yang mengampu pelajaran Al-Qur’an Hadis harus lebih inovatif dalam menyajikan pelajaran Al-Qur’an Hadis. Mereka juga dituntut agar selalu meng-up grade pengetahuannya, baik pengetahuan tentang materi pelajaran Al-Qur’an Hadis maupun materi tentang teori-teori pembelajaran. Dengan setumpuk pengetahuan yang dimiliki, bisa dipastikan para ustaz akan mampu mengemas pelajaran Al-Qur’an Hadis dengan lebih baik. Mereka akan lebih atraktif, lebih inovatif, dan selalu memiliki cara baru dalam menyajikan materi pelajaran Al-Qur’an Hadis.
No comments:
Post a Comment