Sunday, March 18, 2012

Konsep Pendidikan al-Zarnuji

A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang lahir pada masa lampau dan menjadi icon sejarah pendidikan Islam tertua di Indonesia sebagai salah satu bentuk indigenous culture atau bentuk kebudayaan asli Indonesia. Dan hampir semua orang yang pernah belajar di pesantren akrab dengan kitab kuning Ta‘līmul al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allūm karya Burhan al-Islam al-Zarnuji, buku ini dapat dikatakan sebagai buku wajib bagi para pelajar pemula yang akan memulai tugas belajarnya. Kitab ini memuat bagaimana seorang pelajar harus belajar dengan cara-cara yang benar, mulai dari persoalan niat, metode belajar dan bagaimana menghindari dan menjaga diri untuk tidak menjadi pelupa. Pembelajaran terhadap kitab ini, terutama sebagai bimbingan supaya pelajar dapat mencapai ilmu yang diharapkan, yakni ilmu yang bermanfaat tidak hanya pada dirinya sendiri, tapi juga bagi masyarakatnya.

Namun demikian, kitab ini disinyalir juga di samping sebagai salah satu faktor yang cukup urgen dalam membangun feodalisme ulama di kalangan pesantren terutama yang ada di Jawa, juga telah membuat siswa menjadi pasif dan tidak kritis. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ada sebagian pengkritisi yang menganjurkan agar kitab Ta‘līm al-Muta‘allim dan yang sejenisnya untuk tidak lagi diajarkan di pesantren. Perlu diketahui bahwa kitab ini disusun oleh seorang ulama yang hidup pada sekitar abad ke 12, sudah barang tentu dengan berbagai pertimbangan situasi dan kondisi yang dihadapinya waktu itu. Oleh karena itu,
sebagai seorang muslim yang bijak bahwa karya ulama yang sudah ada (salaf) harus kita hargai sebagai jembatan pengembangan pemikiran, jika ada sebuah pendapat yang tidak tepat wajib diluruskan tetapi apabila ada pendapat yang masih relevan tidaklah salah diambil sebagai pengembangan teori-teori selanjutnya. Dalam kasus al-Zarnuji, bahwa beberapa nasehat yang tidak relevan maka nasehat ataupun pendapat tersebut dapat dieliminasi, sedangkan nasehat yang masih relevan dapat dipakai untuk pijakan pemikiran.


Al-zarnuji adalah salah seorang tokoh dalam dunia pendidikan Islam. Ia tergolong sebagai ulama’ klasik yang hidup pada abad pertengahan masa Bani Abbasiyah. Al-Zarnuji dikenal melalui karya monumentalnya yaitu kitab Ta’līm al Muta’allim. Namun ketenaran nama serta biografinya tidak sehebat kitab yang dikarangnya, sebagai satu–satunya karya beliau yang masih ada sampai sekarang. Berbicara mengenai kitab Ta’līm al-Muta’allim, maka tidak lepas dari lingkungan pesantren, madrasah, serta lembaga pendidikan yang bercorak klasik lainnya. Sebab kitab tersebut sampai sekarang masih sangat melekat dan berpengaruh dalam lingkungan pendidikan tersebut. Bahkan nilai-nilai pendidikan yang tetuang dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim dijadikan suatu dasar tuntunan dan etika dalam belajar bagi mereka secara umum. Mereka yang mengikuti pendidikan (peserta didik) maupun pendidik tidak punya pamrih dalam melaksanakan pendidikan, kecuali semata-mata menjalankan kewajiban sebagai manifestasi pengabdian diri atau ibadah kepada Allah.
Kemasyhuran kitab Ta‘līm al-Muta‘allim tidak berarti bahwa kitab ini disetujui semua kalangan. Fuad al-Ahwani sendiri mengatakan bahwa kitab Ta‘līm al-Muta‘allim sebenarnya tidaklah terlalu tinggi nilainya, karena kitab ini relatif kecil dan hanya menyerupai satu fasal tentang pendidikan yang biasa dimuat dalam kitab-kitab fikih. Isinya pun juga bukan merupakan sesuatu yang baru, justru hanya berupa hal-hal yang biasa diketahui. Apalagi di dalamnya juga diselingi dengan hikayat-hikayat, syair, dan matsal-matsal, yang itu dapat disinyalir telah memberikan konsumsi bagi orang awam tentang masalah i‘tiqadiyah dengan pikiran-pikiran imajinatif yang tidak mempunyai dasar ilmiah. Sebut saja contohnya ketika al-Zarnuji mengatakan bahwa di antara yang dapat menghambat rejeki adalah menyapu rumah di malam hari, membakar kulit bawang, bersisir dengan sisir patah dan lain-lain. Pendapat seperti itu sepatutnya tidak dikemukakan oleh seorang ulama besar seperti al-Zarnuji.

Pernyataan yang hampir senada juga dikemukakan oleh Ahmad Syalabi ketika memberikan apresiasi terhadap kitab-kitab pendidikan yang ditulis oleh para sarjana muslim, termasuk al-Zarnuji bahwa, risalah-risalah tersebut adalah sangat ringkas, dan masa ini sebagian hanya merupakan keterangan ulangan bagi yang lain, dan kebanyakannya lebih suka membicarakan hal-hal yang mengenai budi pekerti para pelajar dan guru-guru serta kewajiban-kewajiban mereka, kemudian menyebutkan hal-hal apa saja yang memperkuat hafalan dan menghilangkan sifat pelupa, dan lain-lain sebagainya, yaitu bermacam-macam masalah yang walaupun dapat diterima pada masa-masa yang lampau namun masa sekarang tidak bisa diterima lagi. Sebab, pembahas masa sekarang tak suka lagi menganut kepercayaan bahwa membaca kalimat-kalimat tasybih tertentu dapat menajamkan otak, dan membaca tulisan pada papan kuburan akan menyebabkan orang jadi pelupa, dan sebagainya.

Konsep pendidikan al-Zarnuji, setelah dibandingkan dengan para pemikir pendidikan Islam, menunjukkan bahwa pemikirannya tidak jauh berbeda dengan pemikiran para pemikir pendidikan lain semisal al-Ghazali yang sama-sama menonjolkan aspek-aspek etika belajar, tetapi apa yang dikonsepsikan al-Zarnuji juga mempunyai pengaruh yang sangat besar pada pendidikan Islam tidak terkecuali Indonesia.
Dari konsep-konsepnya dalam kitab Ta‘līm al-Muta‘allim tercermin paradigma pendidikan zaman klasik yang menampakkan perbedaan agak mencolok dengan masa sebelumnya, ini dapat dilihat dari pemikiran-pemikiran al-Zarnuji yang terlihat mengabaikan ilmu-ilmu rasional seperti mantik dan filsafat. Ini tidak berarti bahwa paradigma pendidikan yang telah digagasnya tidak relevan untuk perkembangan jaman sekarang ini. Apalagi bila melihat realita di lapangan, bahwa ternyata sekarang ini banyak sekali anak didik yang notabene sedang mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan, tetapi malakukan tindakan-tindakan yang mestinya tidak patut dilakukan oleh anak didik. Sebut saja, misalnya, tawuran masal, pengkonsumsian obat-obat terlarang, pelacuran terselubung dan lain sebagainya.

Walaupun begitu, tidak berarti bahwa semua yang telah dikonsepsikan oleh al-Zarnuji sejalan dengan perkembangan zaman, ada juga yang perlu diadakan pengkajian ulang terutama mengenai sistem sentralisme guru. Untuk mencapai pendidikan agama khususnya akhlak dan tauhid, cara-cara seperti itu mungkin dapat diterapkan, tetapi bagi pelajaran-pelajaran yang sulit dipahami, maka student centered tampaknya lebih cocok untuk diterapkan. Atau kalaupun tidak, perlu diadakan kombinasi antara apa yang telah digagaskan al-Zarnuji dengan pemikiran pendidikan kontemporer.

Bila komponen-komponen yang telah dikonsepsikan al-Zarnuji bisa dipenuhi, ditambah lagi kombinasi dengan konsepsi para pemikir sekarang, maka pendidikan Islam akan dapat menciptakan manusia ideal yang di satu sisi mempunyai kualitas iman yang baik, dan di sisi lain juga mempunyai keilmuan yang mendalam. Jadi, akhirnya agama akan tegak dengan ilmunya dan ilmunya akan dapat terang karena disinari agama, sehingga akhirnya tidak terperosok pada dikotomi ilmu dan agama. Bukankah ada kata-kata hikmah yang mengatakan bahwa agama tanpa ilmu adalah pincang, ilmu tanpa agama adalah buta.
Terlepas dari penilaian al-Ahwani dan Ahmad Syalabi di atas, bahwa dengan melihat kitab itu sebagai sebuah kitab yang patut dihargai sebagai sebuah eksplorasi intelektual pada waktu itu, karena bisa jadi dalam konteks jamannya kitab itu mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dan dari kritik yang kontroversi, mengenai kitab Ta’līm-al Muta’allim, maka menjadi sangat menarik untuk mengkaji pemikiran al-Zarnuji tentang berbagai konsep pendidikan, seperti aspek guru murid, serta model hubungan antara keduanya yang sarat dengan nilai–nilai dan etika moral. Sehingga kiranya konsep–konsep tersebut masih relevan untuk diaplikasikan dalam aktivitas belajar mengajar, tanpa mengurangi substansi dan isi dari kitab tersebut.
Al-Zarnuji dapat disebut peletak dasar manajemen pendidikan Islam, sebab dalam kitab yang monumental tersebut sangat jelas digambarkan hal-hal yang berkaitan dalam pendidikan, misalnya cara memilih ilmu yang akan dipelajari, strategi memilih guru dan teman, kurikulum, pola interaksi antara guru dan murid, teknik-teknik menghafal, komitmen guru dan murid, dan sebagainya.

Dalam konteks pendidikan saat ini bahwa, hubungan guru dengan murid dalam Islam ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah, nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk, yang terjadi sekarang adalah (1) Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot; (2) Hubungan guru murid semakin kurang bernilai, atau penghormatan murid terhadap guru semakin menurun; (3) Harga karya mengajar semakin menurun. Disamping itu, hubungan guru dengan murid juga dipengaruhi faktor eksternal lain, diantaranya masuknya budaya asing yang membentuk kultur tersendiri dan booming media yang masuk ke setiap ranah kehidupan dari anak-anak hingga orang tua.

Padahal proses pendidikan dapat berjalan dan berlangsung secara baik jika ditopang oleh empat hal adalah pertama, terdapat guru yang mengajar; kedua, terdapat murid yang diajar; ketiga, terdapat ilmu (pelajaran) yang diajarkan; keempat, tingkah laku guru, karena pada umumnya seorang anak didik mempunyai kecenderungan sifat selalu ingin meniru khususnya terhadap kedua orang tua atau gurunya dalam hal ihwal baik dan buruk. Tingkat laku guru merupakan faktor dominan dalam proses belajar mengajar karena tingkah laku merupakan cerminan kepribadian guru itu sendiri, disamping itu juga guru merupakan sosok teladan yang patut ditiru sebagai akuntabilitas atas aktifitasnya. Oleh karena itu, faktor keteladanan menjadi sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan.

Hubungan guru dengan murid atau anak didik dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan dan ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru murid merupakan hubungan yang tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan.
Sebagaimana hasil riset di Kashmir menunjukkan bahwa kemunculan pengaruh dan kedekatan guru akan mempunyai efek positif terhadap sikap murid. Hubungan antar pribadi (emosional) terasa kuat sekali dengan perilaku ketika murid covariated dan di lingkungan pembelajaran lain yang harus dipertimbangkan, meskipun efeknya lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang lain. Penemuan ini menunjukkan hubungan guru dengan murid yang positif, di mana guru sebagai faktor pengendali (sangat berpengaruh) dan koperatif (sangat yang terdekat) terhadap muridnya, ini merupakan faktor penting dalam membuat sikap positif dalam pendidikan.

Dengan latar belakang tersebut, menarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang manajemen pendidikan dalam perspektif pola interaksi antara guru dan murid pada proses belajar mengajar yang ditawarkan al-Zarnuji dalam kitab satu-satunya Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum, oleh karena itu judul tesis adalah KONSEP PENDIDIKAN AL-ZARNUJI (Perspektif Manajemen Pendidikan: Pola Interaksi Guru Dengan Murid)

B. Rumusan Masalah
Dari deskripsi dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pendidikan al-Zarnuji ditinjau dalam perspektif manajemen tentang pola interaksi antara guru dengan murid?
2. Bagaimana aktualitas dan relevansi konsep pendidikan al-Zarnuji terhadap pendidikan pada masa sekarang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian terhadap kajian kitab Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum ini adalah :
1. Untuk menemukan tentang konsep pendidikan al-Zarnuji dalam perspektif manajemen tentang pola interaksi antara guru dengan murid.
2. Untuk memetakan tentang aktualitas dan relevansi konsep al-Zarnuji terhadap pendidikan pada masa sekarang.
Sedangkan manfaat dari hasil kajian ini diharapkan:
1. Dijadikan panduan dalam kegiatan pendidikan oleh siapapun baik dari peserta didik untuk bersikap kritis, kreatif, dan inovatif, juga bagi pendidik untuk dapat dijadikan rujukan pengambilan kebijakan dalam proses pendidikan.
2. Mentradisikan penelitian sebagai bentuk pengembangan keilmuan/profesionalitas dan memelihara amal yang bermanfaat bagi penulis kitab Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum, serta menambah pengetahuan bagi para pengkajinya.
3. Memperkaya khasanah pendidikan Islam dalam bidang manajemen pendidikan, khususnya dalam hubungan guru dengan murid dalam proses pembelajaran.

D. Kerangka Teori
Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat memengaruhi suasana kelasnya dalam berinteraksi dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana dan prestasi belajarnya.
Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan non-akademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan. Kelas yang kondusif di antaranya memiliki ciri-ciri; tenang, dinamis, tertib, suasana saling menghargai, saling mendorong, kreativitas tinggi, persaudaraan yang kuat, saling berinteraksi dengan baik, dan bersaing sehat untuk kemajuan.
Untuk membangun kondisi kelas yang kondusif dan mantap sebenarnya mudah, kalau guru wali kelas dapat mengkondisikannya dengan baik. Sebaliknya akan sulit, jika guru wali kelasnya kurang peduli dengan kondisi kelasnya. Oleh karena itu, terciptanya kondisi kelas yang mantap dan kondusif bagi pembelajaran yang efektif merupakan langkah awal bagi peningkatan prestasi belajar.

Kelas memiliki 3 fungsi atau dimensi, yaitu sebagai keluarga, komunitas, dan team work. Sebagai sebuah keluarga, kelas merupakan orang-orang yang satu dengan lainnya sebagai saudara di bawah asuhan guru wali kelasnya. Ciri yang ada pada sebuah keluarga yaitu rasa saling menyayangi, menghormati, menghargai, dan melindungi, bisa terbentuk maka suasana kelas akan sangat menyenangkan dan menjadi betah.
Kelas sebagai sebuah komunitas yaitu di dalamnya tempat berkumpul orang-orang (para siswa) yang relatif berinteraksi cukup lama (permanen) 1 tahun. Sebagai sebuah komunitas, ciri yang menonjol adalah adanya model interaksi yang sehat dan norma-norma yang disepakati bersama. Oleh karena itu, para siswa di kelas harus sadar akan adanya norma-norma sosial kelas, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Jika hal itu terbentuk maka kondisi kelas akan terkendali, saling toleransi, dan sinergi satu dengan yang lainnya. Ini akan berdampak pada perbaikan suasana dan prestasi belajar.

Sebagai sebuah tim kerja (team work), kelas terdiri dari orang-orang yang masing-masing bergerak dan bekerja untuk menuju visi atau cita-cita. Yang dimaksud dengan visi pribadi adalah cita-cita masa depan, perolehan prestasi akademik, pengembangan diri, dan lain-lain. Sementara visi kelas adalah kondisi kelas yang kondusif dan mantap, misal kelas yang tertib, indah, disiplin, kompak, saling menghargai, saling mendukung, dan lain-lain.
Pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid. Hubungan guru dengan siswa atau anak didik dalam proses belajar mengajar adalah merupakan faktor yang sangat menentukan dan ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, dan sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru murid tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak di inginkan.

Kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar, yaitu pengaturan kelas dan pengajaran itu sendiri. Kedua hal itu saling tergantung. Keberhasilan pengajaran dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional, sangat tergantung pada kemampuan mengatur kelas. Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran. Mengelola kelas secara baik dalam rangka menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif merupakan salah satu kemampuan professional yang harus dimiliki oleh guru.

Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa, maka tugas dan pekerjaan guru di kelas adalah membantu siswa belajar, dengan mengatur proses belajar mengajar serta menyediakan kondisi belajar yang optimal. Guru tidak hanya seorang pengajar, tetapi juga seorang manajer kelas. Di kelas ada dua kegiatan yang memang berhubungan erat satu sama lain, namun dapat dan harus dibedakan karena tujuan dan sifat- sifatnya memang berlainan, yaitu pertama, pengajaran yang mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan instruksional khusus. Kedua, pengelolaan kelas, menunjuk pada kegiatan menciptakan, mempertahankan atau mengembalikan kondisi yang optimal agar pengajaran dapat berlangsung dengan lancar.

Pengelolaan kelas terdiri dari prinsip pengelolaan kelas, komponen pengelolaan kelas, dan pendekatan pengelolaan kelas yang masing-masing mempunyai peranan yang saling berkaitan. Ketiga hal dalam pengelolaan kelas akan melahirkan sebuah interaksi pembelajaran, artinya proses belajar mengajar yang terdiri dari unsur manusiawi antara guru dengan murid yang akan memerlukan beberapa kompenen lain dalam proses belajar mengajar yaitu tujuan, metode ataupun media pengajaran.
Guru adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas). Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Artinya, guru tidak hanya memberi materi di depan kelas, tetapi juga harus aktif dan berjiwa kreatif dalam mengarahkan perkembangan murid.

Guru menurut paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar yaitu realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya. Sehingga hal ini berarti bahwa pekerjaan guru tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sembarang orang, melainkan orang yang benar-benar memiliki wewenang secara akademisi, kompeten secara operasional dan profesional.
Sedangkan masalah yang berhubungan dengan anak didik merupakan objek yang penting dalam paedagogik. Begitu pentingnya faktor anak dalam pendidikan, sampai-sampai ada aliran pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat segala usaha pendidikan (aliran child centered). Untuk itulah diperlukan sebuah upaya untuk memahami siapa peserta didik (murid). anak didik memiliki sifat-sifat umum antara lain: (a) Anak bukanlah miniatur orang dewasa tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri; (b). Peserta didik memiliki fase perkembangan tertentu, seperti pembagian Ki Hadjar Dewantara (Wiraga, Wicipta, Wirama); (c). Murid memiliki pola perkembangan sendiri-sendiri; (d). Peserta didik memiliki kebutuhan, misalnya kebutuhan perhatian dari orang tua, diterima kawan, kemandirian, harga diri. Sedangkan Maslow memaparkan: adanya kebutuhan biologi, rasa aman, kasih sayamg, harga diri, realisasi; (e). Perbedaan individual, yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat dan lain sebagainya. Disamping itu perlu diperhatikan masalah kualitas seorang pembelajar tidak diukur dengan membandingkannya dengan pembelajar-pembelajar lainnya, karena secara aktual diperhadapkan dengan dirinya yang potensial, sesederhana dan sesulit itu.

Sebagai suatu proses yang dinamis, pendidikan akan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan umumnya. Demikian pula pada semua jenjang pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun tinggi. Lebih-lebih di lembaga perguruan tinggi yang para mahasiswanya sudah dewasa, sehingga dituntut adanya kedinamisan dalam kehidupan sebagai mahasiswa. Pergerakan kearah kedinamisan hendaknya tidak meninggalkan aspek yang tetap harus ada yaitu etika hubungan antara guru dan murid.

Sejarahnya hubungan guru murid ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah, nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk, yang terjadi sekarang adalah (1) Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot; (2) Hubungan guru murid semakin kurang bernilai kelangitan, atau penghormatan murid terhadap guru semakin menurun; (3) Harga karya mengajar semakin menurun.
Dalam literatur pendidikan paling tidak terdapat tiga metode pembelajaran sebagai dasar pola hubungan guru dan murid. Ketiga pola itu adalah (1) Pola pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered); (2) Pola pembelajaran yang berpusat pada murid (student centered); (3) Pola pembelajaran yang mamadukan antara keduanya.

Pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) adalah pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pemberi informasi, pembina dan pengarah satu-satunya dalam proses belajar mengajar. Model ini didasarkan pada konsep mengajar yang bersifat rasional akademis, yang menekankan segi pengetahuan semata-mata dengan tidak melihat bahwa pengajaran juga harus mengandung maksud pembinaan dan pengembangan terhadap berbagai potensi yang dimiliki para siswa. Adapun student centered adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam hal ini pengajaran yang penting bukan upaya guru menyampaikan bahan, melainkan bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini upaya penting yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran adalah menciptakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar. Sedang pada pola ketiga kegiatan belajar mengajar tidak terpusat pada salah satu dari keduanya , tetapi terjadi interaksi antara guru dan murid secara bersama-sama. Dalam kaitan ini belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan murid tersebut merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Oleh karena itu, kerangka tesis secara komprehensif dapat dilihat pada struktur bagan berikut ini:

Gambar 1
Alur Kerangka Penulisan Tesis
Sumber : Ilustrasi Kusun Dahari yang diambil dari beberapa referensi

E. Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran dari berbagai bentuk, baik dari penelusuran buku, jurnal, penelitian, dan lain-lainnya, maka terdapat beberapa literatur yang diperoleh atau ditemukan yang telah membahas kitab Ta’lim al- Muta’allim dengan kajian yang berbeda-beda baik mengenai isi kitab tersebut maupun kajian terhadap seluk beluk penulisnya, diantaranya :
1. Islam Berbagai Perspektif; Didedikasikan Untuk 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali, Affandi Muchtar menulis tentang "Ta’līm al-Muta’allim Tharīqut Ta’allūm", menurutnya al-Zarnuji merupakan tokoh pendidikan pada jamannya yang perlu dipelajari dengan pendekatan historis dan pendekatan pedagogis. Dalam karya tersebut, paling tidak ada tiga klasifikasi (1) ide atau prinsip pendidikan; (2) aspek metodologis untuk menjabarkan ide-ide pendidikan; (3) aspek aspek teknis sebagai langkah praktis untuk menerapkan konsep metodologis.
2. Afandi Muhtar dalam bukunya The Method of Moslem Learning as Ilustration in al-Zarnuji’s Ta’līmul Muta’allim Tharīqat Ta’allūm (Depag RI,1997), hasil riset ini menghasilkan pengkajian bahwa konsep metode pendidikan al-Zarnuji paling tidak meliputi dua hal adalah (a) etika pelajar yang berupa niat, ketekunan belajar, tawakkal dan sikap hormat, (b) pemilihan subyek pelajaran, pemilihan guru, pemilihan teman dan proses belajar.
3. Djudi Al-Falasani, dalam tesis masternya di IAIN Sunan Kalijaga dengan judul Konsep Belajar: Telaah atas kitab Ta’līmul Muta’allim. Dalam tesis ini penekanan Djudi Al-Falasani tidak jauh berbeda dengan Afandi Muhtar dari segi taktik dan segi belajar, serta memaparkan etika belajar muslim.
4. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim oleh Busyairi Madjidi, yang mengangkat pokok-pokok pikiran al-Zarnuji mengenai pendidikan dan pengajaran yang diklasifikasikan menurut faktor-faktor pendidikan antara lain, tujuan pendidikan, terdidik, pendidik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan.
5. Sri Khomsatun Khoiriyah dalam skripsinya di IAIN Walisongo dengan judul Studi Analisis Pemikiran Al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru Murid Dalam Kitab Ta’lim Al Muta’allim, menurutnya hakekat pola hubungan guru dan murid menurut al-Zarnuji adalah di tempatkannya guru pada posisi yang tinggi, sehingga harus dihormati dan ditakdhimi dalam segala hal, baik dalam situasi pendidikan formal maupun non formal (lingkungan sosial kemasyarakatan). Bentuk penghormatan tersebut dapat direalisasikan melalui sikap dan prilaku sehari-hari serta dalam wujud materi (finansial). Pola hubungan guru murid dalam konteks pemikiran al-Zarnuji adalah pola hubungan satu arah, yaitu guru menjadi pusat dalam proses interaksi belajar mengajar serta interaksi social diluar kelas.
6. Ditemukan pula pada website di internet, misalnya pada www.wikipedia.com telah dituliskan mengenai al-Zarnuji adalah Burhan al-Din or Burhan al-Islam al-Zarnuji also spelled az-Zarnuji (d. 602 AH/1223) was a Muslim scholar and the author of Ta'lim al-Muta'allim-Tariq at-Ta'-allum (Instruction of the Student: The Method of Learning). Dan juga pada website Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dalam situsnya www.sidogiri.com yang memuat artikel al-Zarnuji dengan judul "Al-Zarnuji: Loyalis Madzhab Hanafi" dan "Konsep Tarbiyah Al-Zarnuji" (dipublikasikan pada 2 Mei 2004). Demikian juga dalam Republika online (Ahad, 23 Oktober 2005) memuat artikel dengan judul "Az-Zarnuji Pemandu Santri".
7. Demikian juga terdapat dalam artikel yang dimuat pada blogger di internet, diantaranya M. Husni Thoyyar (28 Juni 2007) dalam judul "Etika Belajar Imam al-Zarnuji" yang mengulas tentang konsep pendidikan al-Zarnuji yang ditinjau dari segi etika dalam mencari ilmu. Dengan judul yang sama pula dimuat di Jurnal Tajdid pada tanggal 25 Juli 2007.
Adapun tesis yang diajukan ini adalah sebagai lanjutan dan pengembangan dari penelitian yang telah ditulis oleh para peneliti sebelumnya, dengan mencoba menelaah dan memetakan tentang signifikansi dari kitab Ta’līm al-Muta’allim, untuk mengungkap pemikiran pendidikan al-Zarnuji lebih spesifik tentang pola interaksi guru dan murid untuk mendapatkan gambaran bagaimana hubungan guru murid yang tertuang dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim, apakah ide-ide al-Zarnuji tentang hubungan guru dan murid yang dikemukakan pada zaman dahulu (abad pertengahan) masih memiliki relevansi (tingkat kesesuaian) terhadap konteks dan pelaksanaan pendidikan dewasa ini, yang telah mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana hal ini juga membawa perubahan orientasi pendidikan dalam masyarakat secara umum.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis pedagogis , pendekatan filosofis ini adalah dengan berfikir kritis evaluatif dan kontekstual untuk mengkaji konsep pendidikan al-Zarnuji secara mendalam dan obyektif sehingga terhindar dari dikhotomi penilaian dari para peneliti/pengkaji, sedangkan pendekatan pedagogis digunakan untuk mengetahui unsur-unsur pendidikannya dari kitab Ta’līm al-Muta’allim tersebut.
Di samping itu, juga menggunakan pendekatan sosio historis, yaitu penelitian yang berupaya memeriksa secara kritis peristiwa, perkembangan dan pengalaman masa lalu, kemudian mengadakan interpretasi terhadap sumber-sumber informasi. Pendekatan ini digunakan untuk menggali sosok al-Zarnuji dan latar belakang kehidupannya baik, yang berkaitan tentang pemikiran pendidikannya, maupun kondisi sosial politik waktu itu. Dan dapat memeriksa secara kritis terhadap pemikiran az-Zarnuji.

2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, ditempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (library research), yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian murni yang menggunakan metode pengumpulan data adalah dengan bentuk dokumentasi berdasarkan sumber-sumber tertulis yang telah dipublikasikan. Misalnya kitab-kitab buku dan sebagainya yang ada kaitannya dengan yang diteliti. Adapun mengenai sumber data primer adalah Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allūm terdiri dari (1) Terjemah Ta‘līm al-Muta‘allim oleh Abdul Kadir al-Jufri, terbitan Mutiara Ilmu Surabaya pada September 1995; (2) Petunjuk Menjadi Cendekiawan Muslim (terjemahan dari kitab Syarah Ta‘līm al-Muta‘allim karya Syeikh Ibrahim bin Ismail) yang diterbitkan PT. Karya Toha Putra Semarang pada Nopember 2000; (3) Terjemah Ta‘līm al-Muta‘allim (dalam bahasa Arab Jawa) oleh Humam Nasiruddin yang dicetak oleh Menara Kudus. Sedangkan sumber sekunder adalah hasil kajian-kajian dari peneliti lain yang terdokumentasi dalam buku atau jurnal dan termasuk website atau blog yang ada hubungan dengan sumber data primer.

3. Metode Analisis Data
Dalam analisis data adalah berusaha untuk mencoba memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Atau mencari makna adalah merupakan upaya mengungkap dibalik makna yang tersurat maupun yang tersirat serta mengkaitkan dengan hal-hal yang sifatnya logik teoritik dan bersifat transenden.
Adapun metode-metode yang dipakai dalam menganalisis data sebagai berikut:
a. Metode Deskriptif Analisis
Sanapiah Faisal mendefinisikan metode deskriptif adalah "berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada, baik kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung dan telah berkembang". Sedangkan menurut Ibnu Hajar, metode deskriptif adalah "memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang material atau fenomena yang diselidiki". Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan dan sekaligus menganalisis pemikiran-pemikiran al-Zarnuji tentang hubungan antara guru dengan murid.

b. Metode Content Analysis
Menurut Soejono content analysis adalah usaha untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Dengan kata lain, content analysis adalah suatu metode untuk mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti. Jadi, metode ini sangat urgen sekali untuk mengetahui kerangka berfikir az-Zarnuji yang tertuang dalam kitab Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum dan juga untuk menganalisis tentang hubungan murid terhadap guru untuk selanjutnya dicari pesan-pesan yang terkandung dalam kitab tersebut.
c. Metode Historis
Metode historis adalah "prosedur-prosedur pemecahan masalah dengan mempergunakan data atau informasi masa lalu, yang bernilai sebagai peninggalan". Dengan metode ini dapat diungkapkan kejadian atau keadaan sesuatu yang berlangsung di masa lalu, terlepas dari keadaan sesuatu itu pada masa sekarang. Dalam hal ini akan diungkapkan pemikiran al-Zarnuji ditinjau dari segi sejarahnya sesuai dengan realita atau tidak. Apabila tidak sesuai maka peneliti berusaha untuk memperbaiki penuturan suatu peristiwa atau kejadian yang mungkin dinilai tidak sesuai dengan sebenarnya terjadi di masa lalu.

E. Sistematika Penulisan
Mengawali kajian terhadap konsep pendidikan menurut al-Zarnuji dalam kitabnya Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum yang biasa disebut Ta‘līm al-Muta‘allim akan diungkapkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, telaah pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Kesemuanya tertulis di bab pertama dalam pendahuluan.
Bab kedua, menerangkan gambaran umum tentang manajemen pendidikan yang berkaitan erat dengan pengelolaan kelas, didalamnya terdiri dari uraian manajemen pengelolaan kelas, komponen pendidikan yang didalamnya menguraikan masalah guru dan murid, metode dan media pendidikan serta hubungan antara guru dan murid dalam pembelajaran.

Riwayat hidup al-Zarnuji berikut deskripsi karyanya, situasi keilmuan yang ikut mempengaruhi pandangan-pandangannya yang tertuang pada kitabnya Ta‘līm al-Muta‘allim, pemikiran pendidikan al-Zarnuji, dan hubungan guru dengan murid merupakan isi dalam bab ketiga.
Bab keempat, tentang analisis yang meliputi: fungsi guru menurut al-Zarnuji, status murid menurut al-Zarnuji, dan kontekstualisasi pemikiran al-Zarnuji tentang pola interaksi antara guru dengan murid.
Terakhir dalam kajian ini adalah kesimpulan dan saran yang terangkum dalam bab keempat.

10 comments:

  1. mohon dikirim ke alamat elfaskom@gmail.com
    makasih

    ReplyDelete
  2. mohon dikirim k andini.work@gmail.com
    trims:)

    ReplyDelete
  3. saya minta tolong kirim tesisnya kealamat zakaz84@gmail.com maturnuwun sebulumnya

    ReplyDelete
  4. salam, kalau diizin kan saya minta kiriman tesis nya kealamat edi_raharjo74@yahoo.com makasih

    ReplyDelete
  5. Perfect...
    kalau diizinkan, minta tlong dikirimkan tesisnya ke almt: sitiaisyah051@gmail.com,
    terimkash n semoga bermanfaat ilmunya, untuk bahan bacaan kami.

    ReplyDelete
  6. Mohon izin, minta tlg tesisnya dikirim ke alamat : arifin.sunan@gmail.com smg bermanfaat amin ,,, syukron katsir ..






    ReplyDelete
  7. Huda, M., & Kartanegara, M. (2015). Islamic Spiritual Character Values of al-Zarnūjī’s Taʻlīm al-Mutaʻallim. Mediterranean Journal of Social Sciences, 6(4), 229.

    ReplyDelete
  8. mohon, kalau diijinkan dan sekiranya boleh untuk dikirimkan tesisnya ke email ad.purwandi@yahoo.com, atas keikhlasannya dan perhatiannya saya ucapkan terima kasih

    ReplyDelete