Upaya
Penanganan Pluralitas Aliran, Paham dan Gerakan Keagamaan
A.
LATAR BELAKANG
Fenomena aliran sesat atau gerakan
sempalan di kalangan umat Islam Indonesia dewasa ini menjadi sangat populer
seiring dengan sepak terjang dan catatan yang menyertainya. Aliran sesat atau
gerakan sempalan menunjuk berbagai gerakan atau aliran agama yang dianggap
menyimpang (devian) dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian mayoritas umat
yang baku. Istilah sempalan itu sendiri ini memiliki konotasi
negatif, seperti protes terhadap dan
pemisahan diri dari mayoritas, sikap eksklusif, pendirian tegas tetapi kaku,
klaim monopoli atas kebenaran dan fanatisme.
Di Indonesia kesan negatif terhadap
kelompok sempalan semakin menguat setelah kecenderungan gerakannya menjadi
ancaman terhadap stabilitas dan keamanan berbangsa dan bernegara. Fakta terbaru
tentang stigma ini seperti terlihat dari kelompok Ahmadiyyah di Kabupaten
Kuningan Jawa Barat yang mengarah kepada perilaku anarkis. Tak pelak pemerintah
merasa perlu membatasi gerakan-gerakan sempalan untuk mewujudkan keamanan dalam
berbangsa dan bernegara. Keterlibatan pemerintah yang terkesan intervensi
terhadap kelompok sempalan sangat beralasan, lantaran gerakan yang pernah dicap
"sempalan" pada umumnya telah
dilarang atau sekurang-kurangnya diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beberapa contoh yang terkenal
adalah Islam Jamaah, Ahmadiyah
Qadian, DI/TII, kelompok
Mujahidin Warsidi
(Lampung), Syi'ah, Baha'i, Inkarus Sunnah, Darul Arqam
(Malaysia), al-Qiyadah al-Islamiyah, gerakan Usroh, aliran-aliran tasawwuf berfaham
wahdatul wujud, Tarekat Mufarridiyah, dan gerakan Bantaqiyah, Lia Eden, dan
lain-lain. (lihat juga Fanny Febiana, “MUI: Ada 9 Aliran sesat”, http://www.
tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/11/02/brk, 20071102-110679,id.html, pada
22 Januari 2008.)
Kemunculan komunitas sektarian
berupa aliran keagamaan bermuara pada cara beragama (ekspresi) dalam merespons
persoalan kontemporer dalam memperlakukan khazanah tradisi (al-turats)
warisan para ulama klasik, bahkan terhadap ajaran pokok seperti Alquran dan
Sunah. Perbedaan cara beragama ini termanifestasikan dalam hubungan sosial (hablum
min al-Naas) serta tata cara interaksi dengan sesama (muamalah) yang
termanifestasi dalam gagasan, ide, bahkan busana.
Kemunculan aliran keagamaan juga
diakselerasi oleh semakin derasnya arus modernisasi-industrialisasi yang masuk
dalam kehidupan masyarakat. Menurut Charles Kurzman (2001) bahwa, kelompok-kelompok
agama merespons modernisasi secara berbeda-beda. Ada dua model sikap kelompok
aliran agama. Pertama, kelompok yang resisten terhadap modernisme. Model
ini melahirkan gerakan-gerakan keagamaan revivalis, fundamentalis, islamisme,
dan Islam adat (customary Islam). Kedua, respons
akomodatif-interpretatif, yang menghasilkan pola dan model gerakan-gerakan
keagamaan liberal dengan mengedepankan isu-isu demokrasi, liberalisme,
pluralisme, dan jender.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din
Syamsuddin (Suara Karya Online, 19 Mei 2012)
mengatakan bahwa, aliran sesat dan menyesatkan yang mengaitkan diri
dengan ajaran Islam muncul karena dakwah belum dilakukan secara meluas dan
menyentuh segenap kaum Muslim. Umat
Islam harus bermuhasabah (introspeksi diri) karena mungkin dakwah yang kita
lakukan masih berputar-putar di lingkungan tertentu saja. Sebab lain dari
kemunculan berbagai aliran sesat juga karena kebebasan yang kebablasan dari
alam reformasi sehingga orang dapat membuat berbagai organisasi tertentu.
Disinilah peranan dakwah Islam secara
internal sangat penting sebagai upaya transformasi dan internalisasi
nilai-nilai ajaran Islam kepada umat, dalam pelaksanaannya memerlukan adanya
sistem perencanaan yang memadai agar dapat mencapai hasil dan tujuan yang
diharapkan. Salah satu perencanaan yang dimaksud adalah memahami secara
objektif dan komprehensif sarana dakwah sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan strategi dakwah yang tepat bagi pelaku dakwah dalam melaksanakan
tugasnya pada suatu komunitas tertentu.
Untuk itu, diperlukan adanya peta
dakwah yang representatif, yang mampu menyajikan beberapa data deskriptif untuk
menjelaskan potensi masyarakat dari berbagai sudut pandang seperti demografis,
institusi, dan sumber daya manusia. Dengan kerangka berpikir di atas, peneliti
merasa tergugah untuk mengadakan penelitian tentang peta dakwah di Kecamatan Grogol
Kabupaten Sukoharjo. Daerah ini merupakan salah satu tapal batas dengan kota
Solo dengan kondisi yang heterogen sosialnya, misalnya berbagai bentuk paham
dan aliran keagamaan, daerah industri/pabrik, kecamatan yang sangat padat
penduduk dibandingkan dengan kecamatan lain di kabupaten Sukoharjo.
Disamping itu, beberapa kasus yang
diidentifikasi sebagai kasus “terorisme” juga terdapat di Kecamatan Grogol ini,
sehingga secara guyonan kawasan ini disebut kawasan wisata teroris.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang masalah di
atas, penelitian ini diharapkan menghasilkan peta dakwah Islam di Kecamatan Grogol
Kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada
beberapa masalah yang sangat terkait dengan kebijakan kegiatan penyiaran Islam.
Adapun rumusan masalah yang ingin dicari jawabannya adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana
komposisi demografis keagamaan masyarakat Kecamatan Grogol?
2.
Berapa
jumlah sarana ibadah dan dai yang aktif berdakwah di Kecamatan Grogol?
3.
Bagaimana
perkembangan dan penyebaran lembaga-lembaga pendidikan Islam atau organisasi
Islam yang menyelenggarakan kegiatan dakwah?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk
mengetahui dan memahami komposisi demografis keagamaan masyarakat Kecamatan Grogol
Kabupaten Sukoharjo.
2.
Untuk
mengetahui jumlah sarana ibadah yang tersedia dan da’i yang aktif berdakwah di
Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
3.
Untuk
mengetahui perkembangan dan penyebaran lembaga-lembaga Islam atau organisasi
Islam dalam kegiatan dakwahnya di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
D.
KEGUNAAN PENELITIAN
Kegunaan hasil penelitian ini
diharapkan:
1.
Dapat
memberikan input bagi para pengambil kebijakan pembangunan, khususnya dalam
bidang keagamaan bagi lembaga pemerintahan termasuk Kemenag, MUI, FKUB atau para
pelaku dakwah di Kecamatan Grogol. Dengan merujuk pada data yang disajikan
dalam peta dakwah, para pengambil kebijakan bidang keagamaan akan dapat membuat
rancangan pembangunan yang lebih tepat sasaran.
2.
Dapat
memetakan sejauhmana perkembangan aliran keagamaan dalam rangka upaya mengembangkan
visi-misi masing-masing lembaga, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
acuan oleh para pelaku dakwah dalam merancang strategi dakwah yang sesuai
dengan kondisi masyarakat yang tidak menimbulkan masalah baru yang kontra
produktif.
E.
KERANGKA TEORI
1.
Pengertian
Dakwah Islam
A. Hasmi (1974: 4) menyatakan bahwa,
dakwah Islamiah adalah kegiatan mengajak
orang untuk meyakini, serta mengamalkan akidah dan syari’ah Islamiah, maka
konsepsi Islam terlebih dahulu harus diyakini dan diamalkan pendakwah sendiri.
Dalam pandangan A. Munir Mulkan (1996: 205) bahwa, kegiatan dakwah dapat
dikatakan sebagai aktualisasi atau realisasi salah satu fungsi kodrati muslim.
Fungsi kerisalahan berupa proses pengkondisian agar seseorang atau masyarakat
mengetahui, memahami, mengimani, dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan
pandangan hidup (way of life).
Dengan demikian, dakwah Islamiah adalah suatu usaha dalam proses
Islamisasi manusia agar taat dan tetap mentaati ajaran-ajaran Islam guna
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2.
Tujuan
Dakwah Islam
Tujuan dakwah adalah terwujudnya
proses perubahan objek dakwah dalam segi
tingkah laku dan kehidupan, sesuai dengan Islam. Perubahan itu meliputi tingkah
laku jasmani, akal, adat, sikap, dan lain-lainnya. Perubahan itu pula meliputi
aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek budaya, spiritual, ekonomi, dan lain-lain
(H. Dzikron Abdullah, 1993: 99). Dan disamping itu, dakwah juga bertujuan untuk kebaikan pribadi dan masyarakat. Dengan ajaran amar
ma’ruf nahi munkar, mengajar serta menyampaikan dakwah bagi orang yang
mengetahuinya diharapkan dapat terwujud kebaikan tersebut. Di samping itu,
dalam Islam diyakini bahwa menuntut ilmu adalah wajib dan mengajarkannya adalah
sodakoh, sedangkan kegiatan meneliti adalah berjihad (Abdullah Syihata, 1986:
7).
3.
Unsur-unsur
Dakwah Islam
Unsur-unsur dakwah dalam kaitannya dengan sistem informasi dakwah,
pada hakikatnya tidak memiliki perbedaan dengan unsur-unsr dakwah. Dalam
Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Pendekatan Filosofis & Praktis karya Enjang
AS, unsur-unsur dakwah dalam proses dakwah terdiri dari da'i (pelaku dakwah),
maudu' (materi dakwah), uslub (metode dakwah), washilah (media dakwah), mad'u
(objek dakwah) dan tujuan dakwah. Semua ini adalah unsur pokok dakwah yang
berarti harus ada dan tidak bisa dipisahkan dalam proses dakwah sendiri, peran
masing-masing unsur amat berkaitan dan saling mendukung antara satu dengan yang
lainnya. Ada juga yang disebut sebagai iltizam, yaitu unsur dakwah yang melekat
dalam proses dakwah, yakni konteks dakwah dan respon balik atau feedback.
(Enjang, 2009: 73)
a.
Da’i,
adalah dalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun
perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau lewat
organisasi maupun lembaga (Munir
dkk.,2006:21). Dalam hal ini istilah da`i bermakna umum. Namun demikian da`i
sering disebut sebagai khatib (yang berkhutbah) dan atau mubaligh (juru
penyampai ajaran Islam) dengan pengertian khusus.
b.
Mad’u
adalah masyarakat penerima dakwah, sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah
ditujukan, merupakan kumpulan dari individu di mana benih materi dakwah akan
ditabur (Munir,2006:32). Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara
keseluruhan.
c.
Maudu’
atau maddah adalah isi pesan atau materi
atau ideology dakwah yang disampaikan da`i kepada mad`u (Hamzah Yaqub, 1981:29).
Maddah dakwah itu berupa Ajaran Islam itu sendiri. Pijakan pokok dari ajaran
Islam yaitu Al-Qur`an dan as-Sunnah Rasulullah Saw.
d.
Washilah/media
dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan ajaran islam kepada umat, Hamzah Ya’qub membagi
wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: (1) lisan; (2) tulisan; (3)
lukisan/gambar/karikatur; (4) audiovisual, misalnya televisi, radio, internet;
(5) akhlak, bahwa melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran
islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u. (Hamzah
Ya’qub, 1981: 35)
e.
Uslub/metode
adalah suatu cara yang di tempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk
mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia.
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang di pakai juru dakwah untuk
menyampaikan ajaran materi dakwah islam.
4.
Problematika
Dakwah Islam
Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap
berbagai permasalahan umat. Karenanya
dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang
sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun misi dakwah dari dulu
sampai kini tetap pada mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun
tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu
kewaktu.
Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Namun demikian, permasalahan-permasalahan umat
tersebut perlu diidentifikasi dan dicari solusi pemecahan yang relevan dan
strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis, smart, dan
profesional.
Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang
semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu
muncul dalam berbagai bentuk kegiatan
masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan, kepariwisataan
dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya
kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang
itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah
dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan
ilmu dan teknologi.
Sedangkan faktor internal adalah berkembangnya organisasi atau
lembaga Islam yang masing-masing mempunyai visi dan misi sehingga dapat saling
berbenturan. Perbedaan paham inilah yang melahirkan sikap antipati, saling menghujat
dan menghakimi, ataupun anarkhisme lainnya.
Dakwah dengan pendekatan kultural salahsatu jawaban untuk berbagai
masalah dakwah terutama untuk menangani aliran, paham, dan gerakan keagamaan di
Indonesia, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap
nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek
substansial keagamaan.
Kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan
komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi, dakwah kultural adalah dakwah yang
bersifat buttom-up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan
nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari dakwah
kultural adalah dakwan struktural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan,
birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya
dakwah struktural lebih bersifat top-down.
Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah
memiliki kehasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan
menjadi kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam corak
budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media
dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemungkaran
yang terkandung dalamnya.
F.
KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan
dukungan landasan teoritik yang diperoleh dari eksplorasi teori yang dijadikan
rujukan konsepsional variabel penelitian, maka dapat disusun Kerangka Pemikiran
sebagai berikut :
Input
Analysis
|
Kerangka
Teori ,sebagai rujukan teori
penelitian
|
Prosess Analysis
|
Metode
analisa data kualitatif.
Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data
tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi,
catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena
secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita
empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.
|
Output Analysis
|
Simpulan
dan Saran
Diperoleh
dari pembahasan hasil penelitian
|
Outcome Analysis
|
Rekomendasi
Disusun
berdasarkan simpulan dan saran untuk disampaikan pada pihak yang berwenang/
berkepentingan
|
Fenomena
Peta
Dakwah Kec. Grogol Kabupaten Sukoharjo
(Upaya
|
Judul
Penelitian
|
G.
PROSEDUR PENELITIAN
Sedangkan
prosedur penelitian ini, kami paparkan sebagai berikut:
1.
Langkah
1: Memilih Masalah
Berdasarkan
Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Kompetitif tentang tema penelitian yaitu Model
Penanganan Aliran, Faham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia, maka kami dapat
menentukan masalah penelitian.
Studi pendahuluan
juga dimaksudkan untuk mencari informasi yang diperlukan oleh peneliti agar
masalahnya lebih jelas kedudukannya.
3.
Langkah
3 : Merumuskan Masalah
Agar penelitian
dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan
masalahnya sehingga jelas darimana harus mulai, kemana harus pergi dan dengan
apa.
4.
Langkah
4 : Merumuskan Anggapan Dasar
Anggapan dasar
adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi
sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitiannya.
5.
Langkah
5 : Memilih Pendekatan
“Pendekatan”
disini adalah metode atau acara mengadakan penelitian seperti halnya eksperimen
atau non eksperimen. Tetapi disamping
itu juga menunjukkan jenis atau tipe penelitian yang diambil, dipandang dari
segi tujuan misalnya eksploratif, deskriftif atau hipotesis. Masih ada lagi pandangan dari subjek
penelitiannya, misalnya populasi atau kasus.
6.
Langkah
6 : Menentukan Sumber Data
Ada dua hal langkah ini adalah apa yang akan diteliti dan darimana data
diperoleh ?
7.
Langkah
7 : Menentukan dan menyusun Instrumen
Setelah
peneliti mengetahui dengan pasti apa yang akan diteliti dan darimana data bisa
diperoleh, maka langkah yang segera diambil adalah menentukan dengan apa data
akan dikumpulkan.
8.
Langkah
8 : Mengumpulkan Data
9.
Langkah
9. Analisa Data
Analisa data berdasarkan data yang dikumpulkan
10.
Langkah
10 : Menarik Kesimpulan
Diperoleh dari pembahasan hasil penelitian
11.
Langkah
11 : Menyusun Laporan
Hasil penelitian disusun,
ditulis dalam bentuk laporan penelitian sesuai dengan petunjuk pelaksanaan agar hasilnya diketahui orang lain, serta prosedurnya pun diketahui
orang lain pula sehingga dapat mengecek kebenaran pekerjaan penelitian
tersebut.
H.
JADWAL PENELITIAN
No
|
Kegiatan
|
Waktu
|
1
|
Persiapan penyusunan
proposal
|
Mei 2012
|
2
|
Pengiriman
proposal
|
Juni 2012
|
3
|
Seminar
seleksi proposal penelitian
|
17-19 Juli
2012
|
4
|
Pengumpulan
data dan penulisan laporan
|
23 Juli –
15 Sept 2012
|
5
|
Seminar
hasil penelitian
|
19-21
September 2012
|
6
|
Perbaikan
laporan akhir penelitian
|
24-28
September 2012
|
7
|
Penggandaan
dan pengiriman
|
5 Oktober
2012
|
I.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah
Ya'qub, Publisistik Islam (Tekhnik Dakwah dan Leadership), Bandung: Diponegoro, 1981
Harahap,
Syahrin, Islam: Konsep dan Implementasi
Pemberdayaan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.
Kontowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta: Salahudin Press, 1985.
Masy‟ari,
Anwar, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya: Bina Ilmu,
1992.
Muhyidin,
Asep, Dakwah dalam Perspektif
al-Qur’an: Studi Kritis
atas Visi, Misi dan Wawasan, Bandung: Pustaka Setia,
2002.
Mulkhan,
Abdul Munir, Ideologi Gerakan Dakwah:
Episode Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir, Yogyakarta: Sipress, 1996.
Said
Bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Gema Insani Press
Jakarta 1994
Siti
Muriah , Metodologi Dakwah Kontemporer, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2000,
Cet.I
Suparta,
Munzier dan Harjani (Ed.), Metode Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta, 2003.
No comments:
Post a Comment