Wednesday, June 13, 2012

PENGEMBANGAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Catatan Pribadi: Seandainya ِAku Menjadi Kepala Madrasah/Sekolah

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Faktor ketiga, peranserta warga sekolah khususnya guru dan peranserta masyarakat khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
Setiap satuan pendidikan perlu memperhatikan komponen-komponen Manajemen Sekolah. Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah beberapa komponen sekolah yang perlu dikelola yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kemuridan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan orang tua/wali murid (Mulyasa, 2002:40).
1.      Kurikulum dan Program Pengajaran
Kurikulum dan program pengajaran merupakan pijakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah lembaga pendidikan, Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional telah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Akan tetapi sekolah juga bertugas dan berwenang mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat setempat dan sosial budaya yang mendukung pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungan (Mulyasa, 2002:40).
Dalam manajemen berbasis sekolah di Indonesia untuk muatan lokal mengharuskan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan dan memunculkan keunggulan program pendidikan tertentu sesuai dengan latar belakang tuntutan lingkungansosial masyarakat. Dengan otonomi sekolah dalam arti luas mempunyai fungsi untuk menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan sehingga setelah siswa menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan mereka siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum baik kurikulum nasional maupun muatan lokal yang diwujudkan dalam prose pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta mencapai hasil yang diharapkan  diperlukan kegiatan manajemen progrsm pengajaran. Kepala seolah selaku manajer harus bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, penilaian perubahan atau perbaikan program pengajarn di sekolah. Untuk menjamin efektivitas  pengembangan kurikulum dan program pengajaran dala MBS, kepala sekolah bersama dengan guru-guru menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional kedalam program tahunan, tengah tahunan, caturwulan hingga bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran dikembangkan oleh tipa-tiap guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran.
Langkah selanjutnya  yang dilakukan sekolah adalah melakukan pembagian tugs guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan  kemajuan belajar peseserta didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran dan pengisian waktu jam kosong.

2.      Manajemen Tenaga Kependidikan
Peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia, Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan dengan cara mengikut sertakan pada kegiatan-kegiatan yang menunjang pada kinerja seluruh unsur sekolah. Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup beberapa hal yaitu: (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai. (Mulyasa, 2002:42).
Hal ini menunjukkan, bahwa keberhasilan pengelolaan pendidikan pada sebuah sekolah apabila Kepala Sekolah memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang melibatkan pada semua unsur pengelola sekolah.
Saya mengutip Pernyataan M.Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI), menyatakan dengan tegas bahwa "semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi". Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.
Upaya yang  pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan sebab syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi apabila, Pertama, bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat, Kedua, bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu, Ketiga, bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge), Keempat, bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan Kelima, bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang sudah , sedang dan akan diuapakan terus oleh pemerintah walaupun belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Peningkatan gaji dan kesejahteraan guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah merupakan upaya yang memiliki dampak yang paling berdampak positif (multiplier effects) terhadap upaya lainya. Dan upaya  pertama tersebut seyogyanya tidak menjadikan iri bagi PNS di instansi lainya tanda kutip karena enaikan gaji telah  dilakukan secara menyeluruh dan bertahap untuk semua PNS . Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah merambat di  semua lini kehidupan manusia.
Sebagai bentuk peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari kulaitas  kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar mengajar. . Secara umum terdapat beberapa langkah strategi yang dapat diimplementasikan dalam lingkungan kependidikan dengan tujuan bahwa peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan behasil melalui strategi- strategi berikut ini:
a)      Melakukaan Evaluasi Diri, sebagai langkah awal bagi setiap sekolah yang ingin menerncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan  untuk membantu sekolah dalam menilai mutu penyelenggaraan pendidikan berdasarkan indikator-indikator kunci yang mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan  (SNP). 
Kegiatan evaluasi diri ini juga merupakan refleksi diri, untuk membangkitkan kesadaran akan penting dan perlunya pendidikan yang bermutu, sehingga timbul komitmen bersama untuk meningkatkan mutu sense of quality, serta merumuskan titik tolak point of departure bagi sekolah/madrasah yang ingin mengembangkan diri terutama dalam hal mutu. Titik awal ini penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk memperbaiki mutu, mereka tidak berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang dimiliki.
b)      Merumuskan Visi, Misi, dan tujuan. Perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjelaskan kemana arah pendidikan yang ingin dituju oleh para penyelenggara pendidikan. Kepala sekolah bersama guru mewakili pemerintah kab/kota sebagai pendiri dan bersama
c)      Melakukan Perencanaan Program. Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjawab apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannnya untuk mewujudkan tujuan  yang telah ditetapkan pada sekolah yang bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan untuk membiayai kegiatan yang direncanakan. Perencanaan oleh sekolah merupakan persiapan yang teliti tentang apa-apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
d)     Melaksanakan Program. Apabila kita bertitik tolak dari fungsi-fungsi manajemen yang umumnya kita kenal sebagai fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan atau pemimpinan dan pengawasan serta evaluasi, maka langkah pertama sampai dengan ketiga dapat digabungkan fungsi perencanaan yang secara keseluruhan . Didalam pelaksanaan tentu masih ada kegiatan perencanaan-perencanaan yang lebih mikro ,  baik yang terkait dengan penggalan waktu (bulanan,semesteran, bahkan mingguan), atau yang terkait erat dengan kegiatan khusus, misalnya menghadapi lomba bidang studi, atau kegiatan lainnya. Tahap pelaksanaan, dalam hal ini pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi manajemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan sekolah  yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada, dapat berjalan sebagaimana mestinya (efektif dan efisien).
e)      Evaluasi. Evaluasi sebagai salah satu langkah strategi dalam meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan kegiatan yang penting untuk mengetahui kemajuan ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah didalam melaksanakan fungsinya sesuai rencana yang telah dibuat sendiri oleh masing-masing sekolah. Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi menyeluruh, menyangkut pengelolaan semua bidang dalam satuan pendidikan yaitu bidang teknis edukatif (pelaksanaan kurikulum/proses pembelajaran dengan segala aspeknya), bidang ketenagaan, bidang keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi ketatalaksanaan sekolah. Sungguh pun demikian, bidang teknis edukatif harus menjadi sorotan utama dengan focus pada capaian hasil (prestasi belajar siswa).
f)       Pelaporan. Kegiatan pelaporan sebenarnya merupakan kelanjutan kegiatan evaluasi dalam bentuk mengkomunikasikan hasil evaluasi secara resmi kepada berbagai pihak sebagai pertanggung jawaban mengenai apa-apa yng telah dikerjakan oleh sekolah beserta hasilhasilnya. Hanya perlu dicatat disini bahwa sesuai keperluan dan urgensinya tidak semua hasil evaluasi masuk kedalam laporan (pelaporan). Ada hasil evaluasi tertentu yang pemanfaatannya bersifat internal (untuk kalangan dalam sekolah sendiri), ada yang untuk kepentingan eksternal (pihak luar), bahkan masing-masing stake holder mungkin memerlukan laporan yang berbeda fokusnya.

3.      Manajemen Kesiswaan
Salah satu tugas sekolah diawal tahun pelajaran baru adalah menata siswa. Manajemen kemuridan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik (murid), awal pendaftaran sampai mereka lulus, tetapi bukan sekedar pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan murid melalui proses pendidikan di sekolah (Mulyasa, 2002:46).
Meskipun Pencatatan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan manajemen kemuridan, buku presensi murid, buku raport, daftar kenaikan kelas, buku mutasi murid, dan sebagainya. Manajemen kemuridan dimaksudkan bertujuan mengatur berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah berjalan.dengan kondusif.
Menurut Sutisna dalam Mulyasa (2002) ada tiga yaitu:(1) penerimaan murid baru, (2) kegiatan pelaporan kemajuan belajar murid, dan (3) bimbingan dan pembinaan disiplin murid. Sedangkan tanggung jawab Kepala sekolah dalam mengelola bidang kemuridan adalah:
a.       Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah bidang kemuridan yang berhubungan dengan hal studi.
b.      Penerimaan, orientasi,klasifikasi, dan pembagian kelas murid dan pembagian program studi.
c.       Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar murid
d.      Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti mengulang pengajaran (remid), perbaikan, dan pengajaran luar biasa
e.       Pengendalian kedisiplinan murid belajar di sekolah
f.       Program bimbingan dan penyuluhan bagi seluruh murid.
g.       Program kesehatan dan keamanan murid belajar, terutama ketenangan belajar murid di kelas.
h.      Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional murid (Mulyasa, 2002:46).
Pengelolaan kesiswaan  adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari masuk hingga keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. Tujuan pengelolaan kesiswaan adalah untuk mengatur kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan tersebut berjalan lancar, tertib dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen kesiswaan minimal memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, dan bimbingan serta pembinaan disiplin.
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

4.      Manajemen Keuangan
Keuangan merupakan sumber daya yang secara langsung dapat berpengaruh pada keefektifan dan efisiensi pengelolaan pendidikan yang diselaggarakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Manajerial kepala sekolah pada keuangan sangat dibutuhkan dalam penerapan Manajemen Beerbasis Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut kemampuan sekolah dalam merencanakan melaksanakan, dan mengevaluasi serta memepertanggungjawabkan penggunaan anggaran … pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2002:47).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberi kewenangan pada sekolah untuk menggali dan menggunakan sumber dana sesuai keperluan sekolah. Sumber dana dalam proses pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: (1) pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah, (2) orang tua/wali atau peserta didik, dan (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua/wali murid dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU No. 2 tahun 1989 yaitu kemampuan pemerintah terbatas dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua/wali murid.
Meskipun dalam prakteknya menurut pendapat penulis implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terkadang sebagian sekolah menggunakan kesempatan ini terkesan secara berlebih lebihan seperti kasus tes mandiri berdampak pada kecemburuan sosial bagi mereka yang kurang mampu, dengan kata lain siswa yang diterima pada sebuah sekolah yang dianggap faforit oleh lapisan masyarakat tertentu maka dapat ditentukan oleh kesiapan orang tua dari berapa kesanggupan membayar yang disepakati oleh pihak sekolah, sementara keadaan sosial ekonomi orang tua, masyarakat belum tentu dapat menjakau kebijakan sekolah. Secara hukum praktek seleksi mandiri memang sah karena tidak bertentangan dengan karakter dan komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) hal ini banyak terjadi pada jenjang pendidikan SMP dan SMA.
Dalam MBS strategi tersebut dapat direalisasikan melalui penyelenggara berbagai kegiatan berikut:
a.       Melakukan analisis internal dan eksternal terhadap berbagai potensi sumber dana;
b.      Mengidentifikasi, mengelompokkan dan memperkirakan sumber-sumber dana yang dapat digali dan dikembangkan;
c.       Menetapkan sumber-sumber dana melalui
1)      musyawarah dengan orang tua siswa baru, pada awal tahun ajaran,
2)      musyawarah dengan para guru untuk mengembangkan koperasi sekolah,
3)      menggalang partisipasi masyarakat melalui dewan sekolah, dan
4)      menyelenggarakan kegiatan olah raga dan kesenian peserta didik untuk mengumpulkan dana dengan memanfaatkan fasilitas sekolah.
Berangkat dari filosofis “Jer Basuki Mawa Beya” bahwa segala kegiatan yang dilakukan sekolah perlu dana. Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan perlu uang, oleh karenanya pendidikan terkesan mahal. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan dan pelaksanaan program supervisi, penggajian dan kesejahteraan para guru dan staf lainnya, kesemuanya itu memerlukan anggaran dan keuangan. Sehubungan dengan itu kepala sekolah dalam mengelola sekolah perlu memahami manajemen biaya pendidikan.
Hal paling krusial yang dihadapi pendidikan kita adalah masalah pembiayaan/ keuangan, karena seluruh komponen pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan komponen pembiayaan sekolah. Meskipun masalah pembiayaan tersebut tidak sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, namun pembiayaan berkaitan dengan sarana-prasarana dan sumber belajar. Berapa banyak sekolah-sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran. Dalam kaitan ini, meskipun tuntutan reformasi adalah pendidikan yang murah dan berkualitas, namun pendidikan yang berkualitas senantiasa memerlukan dana yang cukup banyak.

5.      Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setiap satuan pendidikan tidak dapat melepaskan faktor sarana dan prasarana yang dapat dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, proses belajar dan mengajar. Manajemen sarana dan prasarana bertujuan dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan baik guru maupun murid untuk berada di sekolah. Demikian pula tersedianya media pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan materi pelajaran sangat diperlukan manjerian pengelolala pendidikan di satuan pendidikan.
Sekolah sebagai suatu intitusi pendidikan dalam melakukan aktivitasnya sangat memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, sekolah akan mengalami kendala dalam proses pendidikan yang pada gilirannya akan memnpengaruhi kualitas dan hasi pendidikan.   Untuk itu sarana dan prasarana sekolah merupakan komponen penting secara langsung mempengaruhi dan mendukung aktivitas dan proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian sarana dan prasarana sekulah, mutlak harus ada. Sarana dan prasarana tersebut mungkin hanya diperoleh dari bantuan pemerintah atau pihak yayasan penyelenggara pendidikan, akan tetapi yang perlu diketahui bahwa sarana dan prasarana tersebut tidak diperoleh dalam jangka waktu yang tidak tentu. Sarana dan prasarana tidak dapat digunakan selamanya, tetapi pada saat tertentu memerlukan perbaikan bahkan pengadaan yang sama sekali baru. Penggunaan efektif akan sarana sekolah perlu diperhitungkan secara matang dengan cara menginvetarisir sehingga diupayakan untuk memprediksi bahwa nilai kegunaan sarana tersebut hanya mampu bertahan dalam kurun waktu tertentu.
Mengingat pengelolaan administrasi sarana dan prasarana pendidikan adalah merupakan kegiatan yang berskala besar, melibatkan banyak pihak, serta menuntut tanggung jawab dan wawasan yang luas, maka pengelolaan tersebut sangat memerlukan informasi yang lengkap dan akurat, sehingga setiap pengambilan keputusan dalam rangka kegiatan perencanaan pengadaan barang , inventarisasi, distribusi, pemeliharaan dan penyimpanan, serta penghapusan suatu sarana dan prtasarana. Pendidikan benar-benar telah disadari oleh analisis data benar dan pertimbangan yang matang.
Terlebih lagi, mengingat pengelolaan administrasi sarana dan prasarana pendidikan tersebut erat sekali kaitannya dengan pengelolaan bidang-bidang lain, misalnya pengelolaan kepegawaian atau personalia, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan  pengajaran atau kurikulum, keuangan dan humas.
 Tanpa didukung oleh informasi yang lengkap dan benar, maka pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan dapat berdampak kepada hal-hal sebagai berikut:
a.       Sarana dan parasaran pendidikan yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan, baik dalam segi jenis kualitas maupun kualitas.
b.      Terjadinya pemborosan atau instabilitas keuangan, karena pengadaan sarana dan prasarana pendidikan tidak berdasar analisis kebutuhan, skala prioritas, dan kemampuan serta alokasi keuangan.
c.       Terganggunya proses pembelajaran, akibat tidak memedainya atau tidak sesuainya sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia, yang pada gilirannya akan berpengaruh pula terhadap kualitas hasil belajar.
Dengan demikian, agar penglolaan administrasi sarana dan    prasarana pendidikan dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan kelengkapan dan keakuratan berbagai informasi atau data yang terkait, yang demikian itu  mutlak diperlukan jaringan informasi secara tersistematis yang dikelola melalui sistem informasi manajemen (SIM) sehingga berbagai informasi atau .horizontal-koordinatif secara cepat dan mudah diakses.
Demi terselenggaranya Sistem Informsi Manajemen (SIM) yang sangat dibutuhkan, tidak saja dalam hubungannya dengan sarana dan prasarana pendidikan, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya, maka diperlukan adanya organisasi satuan kerja pengelolahan data.

6.      Manajemen Pengelolaan Hubungan Masyarakat
Hubungan antara sekolah dengan orang tua/wali murid serta masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi murid di sekolah. Sekolah dan orang tua/wali murid memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Gaffar dalam Mulyasa menyatakan, bahwa hubungan sekolah dengan orang tua/wali murid bertujuan antara lain: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan murid; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah (Mulyasa, 2002:50).
Hubungan sekolah an masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi siswa di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat  bertujuan: 1) memajukan kualitas pembelajaran, 2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. 3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakuakan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubunga yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat, antara lain dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai program-program sekolah.
Pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) , manajemen hubungan sekolah dengan orang tua wali murid diharapkan berjalan dengan baik. Hubungan yang harmonis membuat masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memajukan sekolah. Penciptaan hubungan dan kerja sama yang harmonis, apabila masyarakat mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah. Gambaran yang jelas dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang tua wali murid, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid, penjelasan dari staf sekolah, dan laporan tahunan sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu proses pendidikan terlaksana secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkulitas. Lulusan yang berkualitas akan terlihat dari penguasaan/kompetensi murid tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal ketika terjun di tengah-tengah masyarakat.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa apabila kepala sekolah secara lebih terbuka, demokratis, dan meliibatkan lebih banyak stakeholder dalam proses pengambilan keputusan maka sekolah akan lebih bertanggung jawab dan masyarakat dan oran tua siswa lebih mempunyai rsa memiliki yang lebih tinggi.



DAFTAR BACAAN
Fattah, Nanang, (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah.  Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy
Mulyasa, (2005). Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murniati, (2008). Manajemen Stratejik. Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Departemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dicetak  oleh Biro Hukum dan Organisasi Sekretriat Jenderal Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional (2005). Peraturan Menteri pendidikan Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2003 TentangKompetensi Guru.
Departemen Pendidikan Nasional (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Departemen Pendidikan Nasional (2007). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidika Dasar dan Menengah

2 comments: