Empat pilar pendidikan sekarang
dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh
lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk
mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini
kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to be
(belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar
untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam rangka merealisasikan learning
to know, Guru seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu guru
dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan
siswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do (belajar untuk
melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk
mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya.
Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan namun tumbuh
berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Keterampilan dapat
digunakan untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan
daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan
seseorang.
Pendidikan yang diterapkan
harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat
dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai
dengan kebutuhan daerah setempat.
Learning to be (belajar untuk
menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik
dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang
agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup
luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru
sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan
diri siswa secara maksimal.
Kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu
ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses
“learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era
persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku,
dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada
hal-hal tersebut.
Dengan demikian, tuntutan
pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas
kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral
manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia
yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di
masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Mengenai kecenderungan
merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang
perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap
dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta
perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, seyogyanya
dikaji lebih dulu kondisi obyektif dari unsur-unsur yang terkait pada mutu
pendidikan, yaitu: (1) Bagaimana kondisi gurunya? (persebaran, kualifikasi,
kompetensi penguasaan materi, kompetensi pembelajaran, kompetensi
sosial-personal, tingkat kesejahteraan); (2) Bagaimana kurikulum disikapi dan
diperlakukan oleh guru dan pejabat pendidikan daerah?; (3) Bagaimana bahan
belajar yang dipakai oleh siswa dan guru? (proporsi buku dengan siswa, kualitas
buku pelajaran); (4) Apa saja yang dirujuk sebagai sumber belajar oleh guru dan
siswa?; (5) Bagaimana kondisi prasarana belajar yang ada?; (6) Adakah sarana
pendukung belajar lainnya? (jaringan sekolah dan masyarakat, jaringan
antarsekolah, jaringan sekolah dengan pusat-pusat informasi); (7) Bagaimana
kondisi iklim belajar yang ada saat ini?.
Mutu pendidikan dapat
ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan
yang dihadapi. Pembenahan itu dapat berupa pembenahan terhadap kurikulum
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal,
menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis
dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsur-unsur yang ada di daerah yang dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain
pemerintah daerah, misalnya kelompok pakar, paguyuban mahasiswa, lembaga
swadaya masyarakat daerah, perguruan tinggi, organisasi massa, organisasi politik,
pusat penerbitan, studio radio/TV daerah, media masa/cetak daerah, situs
internet, dan sanggar belajar.
Untuk perbaikan manajemen
pendidikan, harus menggunakan metode yang sama yaitu mempelajari kekuatan dan
kelemahan, peluang dan tantangan yang ada dalam mengoperasionalisasikan
kebijakan yang datang dari hirarki yang lebih tinggi. Kembangkan dulu berbagai
strategi baru pilih dan putuskan mana yang paling sesuai.
Sedangkan alat-alat dan teknik untuk
mengenali penyelesaian masalah secara kreatif dalam perbaikan mutu pendidikan
adalah: (1) gugah pikiran (brainstorming), (2) jaringan kerja kemiripan
(affinity network), (3) diagram tulang ikan (fishbone diagram or ishikawa), (4)
analisis keadaan lapangan (force-field analysis), (5) pendiagraman (process charting),
(6) diagram arus (flowcharts), (7) analisis pareto (pareto analysis), (8)
pengukuran kinerja (benchmarking), dan (9) pemetaan arah karier (career
path-maping).
A.
Gambaran Umum
Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli statistik kontrol kualitas Jepang,
menemukan diagram tulang ikan (Fishbone). Hal ini sering juga disebut sebagai diagram
Ishikawa. Diagram tulang ikan adalah
alat analisis yang menyediakan cara sistematis dalam memandang efek dan sebab-sebab yang membuat atau
berkontribusi terhadap efek-efek. Karena
fungsi dari diagram tulang ikan, mungkin disebut sebagai diagram
sebab-akibat. Desain diagram terlihat
jauh seperti kerangka ikan. Oleh karena
itu, sering disebut sebagai diagram tulang ikan. Diagram sebab dan akibat dapat membantu
mengidentifikasi alasan mengapa proses keluar dari kendali. Seringkali diagram tulang ikan dapat
digunakan untuk meringkas hasil sesi brainstorming,
mengidentifikasi penyebab dari hasil yang tidak diinginkan yang ditentukan. Ini
membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dan memastikan pemahaman umum
dari penyebab.
Diagram
menggambarkan penyebab utama dan subcauses
menyebabkan terjadinya efek (gejala).
Ini adalah alat yang digunakan tim penyumbang saran untuk
mengidentifikasi akar penyebab potensial untuk masalah karena fungsinya mungkin
disebut sebagai diagram sebab-akibat. Dalam diagram Fishbone yang khas, biasanya masalah perlu diselesaikan ditempatkan
pada "kepala ikan". Penyebab efek ini kemudian diletakkan di
sepanjang "tulang," dan diklasifikasikan ke dalam jenis yang berbeda di
sepanjang cabang-cabang. Jadi struktur
umum dari sebuah diagram tulang ikan disajikan di bawah ini.
Gambar 1: Contoh Fishbone (Tulang Ikan) Diagram
B.
Tujuan
Tujuan utama
dari diagram Fishbone adalah untuk menggambarkan secara grafis hubungan antara hasil tertentu dan semua faktor yang mempengaruhi hasil ini. Tujuan utama dari alat ini adalah:
1.
Menentukan akar
penyebab dari masalah;
2.
Fokus
pada isu-isu tertentu tanpa keluhan dan diskusi tidak
relevan; dan
3.
Mengidentifikasi daerah-daerah
di mana ada kekurangan data.
C.
Lingkup Aplikasi
Diagram Fishbone
bisa diterapkan bila ingin:
1.
Fokus
perhatian pada satu masalah tertentu atau masalah;
2.
Fokus
tim pada penyebab, bukan gejala;
3.
Mengatur
dan menampilkan grafis berbagai teori tentang apa yang mungkin menyebabkan akar
masalah;
4.
Menampilkan
hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi masalah;
5.
Mengungkapkan
hubungan penting di antara berbagai variabel dan kemungkinan penyebabnya;
6.
Memberikan
wawasan tambahan ke dalam perilaku proses;
7.
Mempelajari
masalah/issue untuk menentukan akar
penyebab;
8.
Mempelajari
semua kemungkinan dan alasan mengapa proses mulai mengalami kesulitan, masalah,
atau kerusakan;
9.
Mengidentifikasi
daerah-daerah untuk pengumpulan data; dan
10.
Mempelajari mengapa
proses tidak bekerja baik atau memproduksi hasil yang diinginkan.
D.
Langkah-Langkah Pembuatan
Berikut adalah langkah-langkah untuk membangun dan menganalisa
Diagram Sebab dan Akibat:
1.
Mengidentifikasi dan mendefinisikan hasil atau efek yang akan dianalisa.
Merumuskan masalah dan menuliskannya
dalam sebuah kotak di sisi kanan diagram. Setiap orang jelas harus memahami sifat dari
masalah dan proses/produk yang dibahas. Jika
setiap orang tidak memahami tujuan, maka orang tersebut tidak akan menyelesaikan
masalah. Dalam langkah ini aturan
berikut harus diterapkan:
a.
Tentukan pada akibat yang diperiksa. Efek dinyatakan sebagai karakteristik kualitas
tertentu, masalah yang dihasilkan dari pekerjaan, tujuan perencanaan, dan
sejenisnya;
b.
Gunakan Definisi Operasional. Mengembangkan Definisi Operasional akibat
untuk memastikan pemahaman; dan
c.
Ingat, akibat bisa positif (obyektif) atau negatif (masalah),
tergantung pada masalah yang sedang dibahas.
1)
Menggunakan akibat positif yang berfokus pada hasil yang diinginkan
cenderung untuk mendorong kebanggaan dan kepemilikan. Hal ini dapat menyebabkan suasana optimis yang
mendorong partisipasi kelompok. Bila
dimungkinkan, lebih diutamakan penggunaan akibat dalam hal positif.
2)
Berfokus pada akibat negatif dapat membuat tim tersebut membenarkan
mengapa masalah terjadi. Kadang-kadang
lebih mudah bagi tim untuk fokus pada apa yang menyebabkan masalah daripada apa
yang menyebabkan hasil yang sangat baik. Meskipun kita harus berhati-hati dari akibat
yang didapat dari hasil berfokus pada akibat negatif, hal ini juga dapat
meningkatkan partisipasi kelompok.
2.
Gunakan paket grafik yang diposisikan sedemikian rupa sehingga
semua orang dapat melihatnya, menarik tulang belakang dan membuat kotak.
a.
Gambar panah horizontal menunjuk ke kanan. Ini adalah tulang belakang;
b.
Untuk hak panah, menulis deskripsi singkat tentang efek atau hasil
yang hasil dari proses tersebut; dan
c.
Menggambar kotak sekitar deskripsi efek.
3.
Identifikasi penyebab utama memberikan kontribusi untuk efek yang
sedang dipelajari.
Ini adalah label untuk cabang utama dari diagram kita dan menjadi
kategori di mana terdapat daftar penyebab yang berhubungan dengan kategori
tersebut.
a.
Menetapkan penyebab utama, atau kategori, di mana kemungkinan
penyebab lain akan terdaftar. Kita harus
menggunakan label kategori yang masuk akal untuk diagram yang kita ciptakan;
b.
Tulis kategori utama yang dipilih tim ke arah kiri dari kotak efek,
beberapa di atas tulang belakang dan beberapa di bawahnya;
c.
Menggambar kotak di sekeliling setiap label kategori dan
menggunakan garis diagonal untuk membentuk cabang yang menghubungkan kotak
untuk tulang belakang.
4.
Untuk setiap cabang utama, mengidentifikasi faktor-faktor spesifik
lain yang mungkin menjadi penyebab akibat.
a.
Mengidentifikasi sebagai penyebab atau faktor-faktor yang mungkin
dan melampirkannya sebagai sub cabang dari cabang utama; dan
b.
Isi detail untuk setiap penyebab. Jika penyebab kecil berlaku untuk lebih dari
satu penyebab utama, cantumkan daftar di bawah keduanya.
5.
Identifikasi tingkat penyebab lebih rinci dan terus
mengorganisirnya di bawah penyebab atau kategori terkait.
Kita dapat melakukan ini dengan menanyakan serangkaian pertanyaan. Kita mungkin perlu memisahkan diagram kita
dengan mengembangkan ke diagram yang lebih kecil jika salah satu cabang
memiliki subcabang terlalu banyak.
6.
Menganalisis diagram.
Analisis membantu kita mengidentifikasi penyebab lebih lanjut. Ketika diagram sebab dan akibat hanya
mengidentifikasi penyebab kemungkinan, kita mungkin ingin menggunakan Bagan
Pareto untuk membantu tim menentukan penyebab untuk fokus pada yang pertama.
a. Lihatlah
"keseimbangan" dari diagram anda, memeriksa tingkat yang detail yang
sebanding untuk sebagian besar kategori;
1)
Sebuah cluster tebal
dalam satu bidang menandakan kebutuhan untuk studi lebih lanjut;
2)
Sebuah kategori utama yang hanya memiliki beberapa penyebab
spesifik mungkin menunjukkan kebutuhan untuk identifikasi penyebab lebih lanjut;
dan
3)
Jika beberapa cabang utama hanya memiliki beberapa subcabang, kita
mungkin perlu untuk menggabungkan mereka di bawah satu kategori.
b. Carilah
penyebab yang muncul berulang kali. Ini
mungkin merupakan akar penyebab; dan
c. Carilah apa
yang dapat anda ukur dalam masing-masing akar penyebab sehingga anda dapat
mengukur dampak dari setiap perubahan yang anda buat.
E.
Manfaat
1.
Membantu menentukan akar penyebab;
2.
Mendorong partisipasi kelompok;
3.
Tertib, format mudah dibaca menyebabkan hubungan diagram dan akibat;
4.
Menunjukkan kemungkinan variasi penyebab;
5.
Meningkatkan pengetahuan tentang proses dengan membantu setiap
orang untuk mempelajari lebih lanjut tentang faktor-faktor di tempat kerja dan
bagaimana mereka berhubungan;
6.
Mengidentifikasi daerah-daerah untuk mengumpulkan data;
7.
Untuk mempelajari masalah/issue dan menentukan akar penyebabnya;
8.
Menemukan semua kemungkinan
alasan mengapa suatu proses mulai mengalami kesulitan, masalah, bahkan
kegagalan;
9.
Mengidentifikasi area dalam
pengumpulan data; dan
10. Mengetahui mengapa sebuah proses tidak bekerja dengan baik atau hasil
produksi yang diinginkan.
F.
Kelebihan Dan Kekurangan
Fishbone diagram digunakan untuk secara sistematis mengumpulkan dan
mengelompokkan berbagai macam penyebab/cause
dari berbagai dimensi yang berbeda-beda yang membentuk suatu permasalahan/problem utama. Fishbone
diagram dapat membantu menidentifikasi alasan mengapa suatu proses berjalan di
luar kontrol.
Diagram ini memiliki kelebihan dalam menampung banyaknya kategori
yang muncul. Pada umumnya masing-masing
orang di dalam tim ingin memberikan kontribusi tentang apa yang harus dilakukan
mengenai suatu masalah, diagram ini dapat membantu mengeksplorasi secara lebih
menyeluruh dari masalah-masalah serta di belakang masalah yang akan mengarah
pada solusi yang lebih kuat.
1.
Kelebihan dari Diagram Fishbone
antara lain:
a. Digunakan untuk menganalisa
penyebab masalah dari berbagai sudut pandang sehingga cocok dipakai dalam
bisnis dan industri;
b. Setiap orang dalam tim merasa
memiliki kontribusi lebih dalam upaya pemecahan masalah;
c. Metode ini sering dianggap
menyenangkan karena ada proses brainstorming
dan pengenalan sudut pandang baru;
d. Tidak ada peralatan khusus
yang digunakan; dan
e. Grafik diagram yang dihasilkan
enak dilihat dan menggambarkan dengan jelas keterkaitan antara penyebab dengan
masalah.
2. Kekurangan dari Diagram Fishbone antara lain:
a. Meskipun diagram fishbone dapat secara cepat mengenali
banyak penyebab permasalahan, akan tetapi jalan keluar penyelesaian masalah
yang dihasilkan berbanding terbalik.
Semakin banyak penyebab masalah yang berhasil diidentifikasi, semakin banyak
dan semakin lama proses analisis penyelesaian masalah;
b. Diagram fishbone juga seringkali tidak bisa menghubungkan dengan jelas
korelasi secara sekuensial antara sumber-sumber permasalahan yang
teridentifikasi tersebut; dan
c. Magnitude/skala dari masing-masing
penyebab masalah dan seberapa besar kemungkinan penyebab tersebut mempengaruhi
masalah tidak dapat dijelaskan dengan metode ini.
G. Implementasi Fishbone
Diagram dalam Merencanakan Inovasi
Pendidikan
1. Merencanakan Inovasi
Pendidikan
Berdasarkan pada 6
prinsip dasar inovasi pendidikan maka setidaknya kita tidak akan semena-mena
dalam merencanakan inovasi. Kembali ketitik awal bahwasanya proses inovasi
dapat bermula dari munculnya kesenjangan (GAP), ketidaksesuaian sehingga
diperlukan pembaharuan, perubahan atau tindakan korektif atau kebijakan baru
yang sifatnya inovatif, meskipun setiap perubahan belum berarti inovasi namun
setiap inovasi meski di dalamnya adalah perubahan. Singkatnya langkah langkah
secara global sebagai berikut di bawah ini:
a. Dokumentasi gap atau
kesenjangan dan ketidaksesuaian (proses). Baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Hingga terbentuk prosses flowchart.
b. Identifikasi kebutuhan
(demand) pelanggan dalam hal ini pengguna jasa pendidikan.
c. Menganalisis gap dan
kesenjangan dan ketidaksesuaian (analisa proses) tersebut.
d. Pengembangan tindakan
korektif (root causes analysis)
e. Implementasi inovasi.
f. Validasi
Tahapan tersebut di
atas menunjukkan bahwa root causes analysis memegang peranan penting dalam
menentukan kebijakan selanjutnya (korektif/pembaharuan/inovasi).
Gejolak, Penomena, Gap,
Ketidak sesuian yang terjadi dalam proses pendidikan atau berbagai permasalahan
yang aktual baik teoritis maupun paraktis, baik dalam tatanan makro maupun
mikro, bahkan skup yang lebih kecil seperti permasalahan di dalam kelas dijadikan
sandaran dalam berinovasi di dunia pendidikan. Namun untuk kebermaknaan suatu
inovasi tetap harus mengusung prinsip-prinsip inovasi itu sendiri. Untuk itu
salah satunya, masalah yang diungkap haruslah terlebih dahulu dinalisis (akar
masalah) sehingga inovasi betul-betul berkenaan dan bermakna (mainfull).
Berikut di bawah ini
adalah contoh diagram framework
dimana esensi analisis akar masalah demi mewujudkan hasil yang optimal dan bermakna.
2. Fishbone Diagram
Diagram ”Tulang Ikan”
atau Fishbone diagram sering pula disebut Ishikawa diagram sehubungan dengan
perangkat diagram sebab akibat ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru
Ishikawa dari Jepang. Gasversz (1997: 112) mengungkapkan bahwa ”Diagram sebab akibat
ini merupakan pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis
lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah,
ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Selanjutnya diungkapkan bahwa
diagram ini bisa digunakan dalam situasi: 1) terdapat pertemuan diskusi dengan
menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi,
2) diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan 3) terdapat
kesulitan untuk memisahkan penyebab dan akibat.
Berikut disarikan dari Gasversz (1997, 112:114) tentang langkah-langkah
penggunaan diagram Fishbone:
a. Dapatkan kesepakatan
tentang masalah yang terjadi dan diungkapkan masalah itu sebagai suatu
pertanyaan masalah (problem question).
b. Bangkitkan sekumpulan penyebab
yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota
tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
c. Gambarkan diagram
dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan
kategori utama seperti: material, metode, manusia, mesin, pengukuran dan
lingkungan ditempatkan pada cabang-cabang utama (membentuk tulang-tulang besar
dari ikan). Kategori utama ini bisa diubah sesuai dengan kebutuhan.
d. Tetapkan setiap
penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkan pada cabang yang
sesusai.
e. Untuk setiap penyebab
yang mungkin, tanyakan ”mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian
daftarkan akar-akar penyebab masalah itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan
kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar
penyebab, kita adapat menggunakan teknik bertanya mengapa lima kali (Five Why).
f. Interpretasikan diagram
sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang,
kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu.
Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus
itu.
g. Terapkan hasil analisis
dengan menggunakan diagram sebab-akibat itu dengan cara mengembangkan dan
mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil-hasil untuk
menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan itu efektif karena telah
menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi.
Pertanyaan Why?
Bercabang hingga mencapai lima yang menggambarkan sub tulang ikan itu sendiri.
Dimana kategori utama Manusia, Pengukuran, Metode, Materia, Mesin dan
Lingkungan dapat diganti sesuai kebutuhan misalkan, dalam konteks permasalahan
penurunan kualitas lulusan bisa diganti dengan sarana belajar, orang tua, teman
sekolah, kurikulum, guru, kepala sekolah, lingkungan belajar, dan lain-lain.
3. Implementasi Root Cause
Analysis menggunakan Fishbone Diagram
dalam Perencanaan Inovasi Pendidikan
Penerapan atau
implementasi Fishbone Diagram dalam analisis akar masalah dalam berinovasi di
bidang pendidikan, berikut di bawah ini langsung disajikan dalam bentuk contoh
root cause analysis dalam bidang pendidikan.
Contoh Masalah: Mengapa Kualitas Lulusan SDM Rendah?
·
Kategori Utama
Ø
Sebab 1 (Sb1): Guru/Dosen
Ø
Sebab 2 (Sb2): Siswa
Ø
Sebab 3 (Sb3): Masyarakat
Ø
Sebab 4 (Sb4): Kurikulum
·
Five Why
Ø
Why 1 Guru/Dosen kurang kompeten/tidak banyak belajar Siswa input
(lulusan sekolah sebelumnya) kurang berkualitas Masyarakat kurang peduli
kualitas lulusan siswa Kurikulum kurang
tepat atau salah arah.
Ø
Why 2 Guru/Dosen mengajar ditempat lain atau sibuk mencari uang
tambahan Unit pemroses lembaga pendidikan sebelumnya berkualitas rendah (guru,
fasilitas, dll) Masyarakat sudah menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN Ada
kepentingan tidak etis dalam penyusunannya
Ø
Why 3 Kesejahteraan kurang Anggaran APBN Rendah (BOS tidak normal)
Rekruitmen siswa dan SDM tidak bersih atau transaparan Tidak ada akses kontrol untuk masyarakat atau
pemerhati pendidikan
Ø
Why 4 APBN tidak mencukupi Pajak negara terserap sedikit Ada ketidak
sesuaian penerapan kebijakan Sistem demokrasi anomali yang sarat akan KKN
Ø
Why 5 Pajak banyak hilang korupsi merajalela (temuan...) Korupsi dan
sadar pendidikan moral rendah Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Atau tampilan deskripsi
dapat berupa catatan demikian yang jika diterapkan dalam fishbone diagram
memunculkan gambaran tulang besar dan tulang kecil ikan. Sebagai berikut:
Sb1-1: Guru kurang
kompeten/tidak banyak belajar
Sb1-2: Guru mengajar ditempat
lain atau sibuk mencari uang tambahan
Sb1-3: Kesejahteraan kurang
Sb1-4: APBN tidak mencukupi
Sb1-5: Pajak banyak hilang
korupsi merajalela (temuan...)
Sb2-1: Siswa input (lulusan
sekolah sebelumnya) kurang berkualitas
Sb2-2: Unit pemroses rendah
(guru, fasilitas, dll)
Sb2-3: Anggaran APBN Rendah (BOS
tidak normal)
Sb2-4: Pajak negara terserap
sedikit
Sb2-5: Korupsi dan sadar
pendidikan moral rendah
Sb3-1: Masyarakat kurang peduli
kualitas lulusan siswa
Sb3-2: Masyarakat sudah
menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN
Sb3-3: Rekruitmen siswa dan SDM
tidak bersih atau transaparan
Sb3-4: Ada ketidak sesuaian
penerapan kebijakan
Sb3-5: Korupsi dan sadar
pendidikan moral rendah
Sb4-1: Kurikulum kurang tepat
atau salah arah
Sb4-2: Ada kepentingan tidak
etis dalam penyusunannya
Sb4-3: Tidak ada akses kontrol
untuk masyarakat atau pemerhati pendidikan
Sb4-4: Sistem demokrasi anomali
yang sarat akan KKN
Sb4-5: Korupsi dan sadar
pendidikan moral rendah
H.
KESIMPULAN
Perubahan
zaman sekarang menjadikan perubahan dunia pendidikan yang semakin kompleks
permasalahannya dimana pendidikan sebagai sebuah sistem mangghasilkan
permasalahan dari subsistem-subsistem pendukungnya dari mulai tatanan kebijakan
hingga empris praktis, baik dari level makro hingga mikro. Hal ini mampu
mengaburkan inti permasalahan sehingga diperlukan analisis akar masalah untuk
menghasilkan tindakan korektif, pembaharuan bahkan inovasi baik discovery
maupun invention.
Root
Causes Analysis melalui perangkat Fishbone
Diagram (Diagram Ishikawa). Membantu inovator untuk menginventarisir,
menghindari keragaman masalah dan menemukan akar masalah untuk berinovasi,
sehingga inovasi itu sendiri manifull (sangat bermakna).
I.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2010. Manajemen dan
Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta
Danim, Sudarwan. 2010. Inovasi Pendidikan Dalam
Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka
Setia
Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas
Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Su’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
No comments:
Post a Comment