Saturday, February 16, 2013

KONSEP PENYELESAIAN MASALAH

Empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam rangka merealisasikan learning to know, Guru seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan siswa dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu.
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan namun tumbuh berkembangnya bakat dan minat tergantung pada lingkungannya. Keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses “learning to live together” (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut.
Dengan demikian, tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, seyogyanya dikaji lebih dulu kondisi obyektif dari unsur-unsur yang terkait pada mutu pendidikan, yaitu: (1) Bagaimana kondisi gurunya? (persebaran, kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi pembelajaran, kompetensi sosial-personal, tingkat kesejahteraan); (2) Bagaimana kurikulum disikapi dan diperlakukan oleh guru dan pejabat pendidikan daerah?; (3) Bagaimana bahan belajar yang dipakai oleh siswa dan guru? (proporsi buku dengan siswa, kualitas buku pelajaran); (4) Apa saja yang dirujuk sebagai sumber belajar oleh guru dan siswa?; (5) Bagaimana kondisi prasarana belajar yang ada?; (6) Adakah sarana pendukung belajar lainnya? (jaringan sekolah dan masyarakat, jaringan antarsekolah, jaringan sekolah dengan pusat-pusat informasi); (7) Bagaimana kondisi iklim belajar yang ada saat ini?.
Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan yang dihadapi. Pembenahan itu dapat berupa pembenahan terhadap kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsur-unsur yang ada di daerah yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain pemerintah daerah, misalnya kelompok pakar, paguyuban mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat daerah, perguruan tinggi, organisasi massa, organisasi politik, pusat penerbitan, studio radio/TV daerah, media masa/cetak daerah, situs internet, dan sanggar belajar.
Untuk perbaikan manajemen pendidikan, harus menggunakan metode yang sama yaitu mempelajari kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang ada dalam mengoperasionalisasikan kebijakan yang datang dari hirarki yang lebih tinggi. Kembangkan dulu berbagai strategi baru pilih dan putuskan mana yang paling sesuai.
Sedangkan alat-alat dan teknik untuk mengenali penyelesaian masalah secara kreatif dalam perbaikan mutu pendidikan adalah: (1) gugah pikiran (brainstorming), (2) jaringan kerja kemiripan (affinity network), (3) diagram tulang ikan (fishbone diagram or ishikawa), (4) analisis keadaan lapangan (force-field analysis), (5) pendiagraman (process charting), (6) diagram arus (flowcharts), (7) analisis pareto (pareto analysis), (8) pengukuran kinerja (benchmarking), dan (9) pemetaan arah karier (career path-maping).

A.    Gambaran Umum
Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli statistik kontrol kualitas Jepang, menemukan diagram tulang ikan (Fishbone).  Hal ini sering juga disebut sebagai diagram Ishikawa.  Diagram tulang ikan adalah alat analisis yang menyediakan cara sistematis dalam memandang efek dan sebab-sebab yang membuat atau berkontribusi terhadap efek-efek.  Karena fungsi dari diagram tulang ikan, mungkin disebut sebagai diagram sebab-akibat.  Desain diagram terlihat jauh seperti kerangka ikan.  Oleh karena itu, sering disebut sebagai diagram tulang ikan.  Diagram sebab dan akibat dapat membantu mengidentifikasi alasan mengapa proses keluar dari kendali.  Seringkali diagram tulang ikan dapat digunakan untuk meringkas hasil sesi brainstorming, mengidentifikasi penyebab dari hasil yang tidak diinginkan yang ditentukan. Ini membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dan memastikan pemahaman umum dari penyebab.
Diagram menggambarkan penyebab utama dan subcauses menyebabkan terjadinya efek (gejala).  Ini adalah alat yang digunakan tim penyumbang saran untuk mengidentifikasi akar penyebab potensial untuk masalah karena fungsinya mungkin disebut sebagai diagram sebab-akibat. Dalam diagram Fishbone yang khas, biasanya masalah perlu diselesaikan ditempatkan pada "kepala ikan". Penyebab efek ini kemudian diletakkan di sepanjang "tulang," dan diklasifikasikan ke dalam jenis yang berbeda di sepanjang cabang-cabang.  Jadi struktur umum dari sebuah diagram tulang ikan disajikan di bawah ini.






Gambar 1:  Contoh Fishbone (Tulang Ikan) Diagram
B.     Tujuan
Tujuan utama dari diagram Fishbone adalah untuk menggambarkan secara grafis hubungan antara hasil tertentu dan semua faktor yang mempengaruhi hasil ini.  Tujuan utama dari alat ini adalah:
1.      Menentukan akar penyebab dari masalah;
2.      Fokus pada isu-isu tertentu tanpa keluhan dan diskusi tidak relevan; dan
3.      Mengidentifikasi daerah-daerah di mana ada kekurangan data.

C.    Lingkup Aplikasi
Diagram Fishbone bisa diterapkan bila ingin:
1.      Fokus perhatian pada satu masalah tertentu atau masalah;
2.      Fokus tim pada penyebab, bukan gejala;
3.      Mengatur dan menampilkan grafis berbagai teori tentang apa yang mungkin menyebabkan akar masalah;
4.      Menampilkan hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi masalah;
5.      Mengungkapkan hubungan penting di antara berbagai variabel dan kemungkinan penyebabnya;
6.      Memberikan wawasan tambahan ke dalam perilaku proses;
7.      Mempelajari masalah/issue untuk menentukan akar penyebab;
8.      Mempelajari semua kemungkinan dan alasan mengapa proses mulai mengalami kesulitan, masalah, atau kerusakan;
9.      Mengidentifikasi daerah-daerah untuk pengumpulan data; dan
10.  Mempelajari mengapa proses tidak bekerja baik atau memproduksi hasil yang diinginkan.

D.    Langkah-Langkah Pembuatan
Berikut adalah langkah-langkah untuk membangun dan menganalisa Diagram Sebab dan Akibat:
1.      Mengidentifikasi dan mendefinisikan hasil atau efek yang akan dianalisa.
Merumuskan masalah dan menuliskannya dalam sebuah kotak di sisi kanan diagram.  Setiap orang jelas harus memahami sifat dari masalah dan proses/produk yang dibahas.  Jika setiap orang tidak memahami tujuan, maka orang tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.  Dalam langkah ini aturan berikut harus diterapkan:
a.       Tentukan pada akibat yang diperiksa.  Efek dinyatakan sebagai karakteristik kualitas tertentu, masalah yang dihasilkan dari pekerjaan, tujuan perencanaan, dan sejenisnya;
b.      Gunakan Definisi Operasional.  Mengembangkan Definisi Operasional akibat untuk memastikan pemahaman; dan
c.       Ingat, akibat bisa positif (obyektif) atau negatif (masalah), tergantung pada masalah yang sedang dibahas.
1)      Menggunakan akibat positif yang berfokus pada hasil yang diinginkan cenderung untuk mendorong kebanggaan dan kepemilikan.  Hal ini dapat menyebabkan suasana optimis yang mendorong partisipasi kelompok.  Bila dimungkinkan, lebih diutamakan penggunaan akibat dalam hal positif.
2)      Berfokus pada akibat negatif dapat membuat tim tersebut membenarkan mengapa masalah terjadi.  Kadang-kadang lebih mudah bagi tim untuk fokus pada apa yang menyebabkan masalah daripada apa yang menyebabkan hasil yang sangat baik.  Meskipun kita harus berhati-hati dari akibat yang didapat dari hasil berfokus pada akibat negatif, hal ini juga dapat meningkatkan partisipasi kelompok.
2.      Gunakan paket grafik yang diposisikan sedemikian rupa sehingga semua orang dapat melihatnya, menarik tulang belakang dan membuat kotak.
a.       Gambar panah horizontal menunjuk ke kanan.  Ini adalah tulang belakang;
b.      Untuk hak panah, menulis deskripsi singkat tentang efek atau hasil yang hasil dari proses tersebut; dan
c.       Menggambar kotak sekitar deskripsi efek.
3.      Identifikasi penyebab utama memberikan kontribusi untuk efek yang sedang dipelajari.
Ini adalah label untuk cabang utama dari diagram kita dan menjadi kategori di mana terdapat daftar penyebab yang berhubungan dengan kategori tersebut.
a.       Menetapkan penyebab utama, atau kategori, di mana kemungkinan penyebab lain akan terdaftar.  Kita harus menggunakan label kategori yang masuk akal untuk diagram yang kita ciptakan;
b.      Tulis kategori utama yang dipilih tim ke arah kiri dari kotak efek, beberapa di atas tulang belakang dan beberapa di bawahnya;
c.       Menggambar kotak di sekeliling setiap label kategori dan menggunakan garis diagonal untuk membentuk cabang yang menghubungkan kotak untuk tulang belakang.
4.      Untuk setiap cabang utama, mengidentifikasi faktor-faktor spesifik lain yang mungkin menjadi penyebab akibat.
a.       Mengidentifikasi sebagai penyebab atau faktor-faktor yang mungkin dan melampirkannya sebagai sub cabang dari cabang utama; dan
b.      Isi detail untuk setiap penyebab.  Jika penyebab kecil berlaku untuk lebih dari satu penyebab utama, cantumkan daftar di bawah keduanya.
5.      Identifikasi tingkat penyebab lebih rinci dan terus mengorganisirnya di bawah penyebab atau kategori terkait.
Kita dapat melakukan ini dengan menanyakan serangkaian pertanyaan.  Kita mungkin perlu memisahkan diagram kita dengan mengembangkan ke diagram yang lebih kecil jika salah satu cabang memiliki subcabang terlalu banyak.
6.      Menganalisis diagram.
Analisis membantu kita mengidentifikasi penyebab lebih lanjut.  Ketika diagram sebab dan akibat hanya mengidentifikasi penyebab kemungkinan, kita mungkin ingin menggunakan Bagan Pareto untuk membantu tim menentukan penyebab untuk fokus pada yang pertama.
a.       Lihatlah "keseimbangan" dari diagram anda, memeriksa tingkat yang detail yang sebanding untuk sebagian besar kategori;
1)      Sebuah cluster tebal dalam satu bidang menandakan kebutuhan untuk studi lebih lanjut;
2)      Sebuah kategori utama yang hanya memiliki beberapa penyebab spesifik mungkin menunjukkan kebutuhan untuk identifikasi penyebab lebih lanjut; dan
3)      Jika beberapa cabang utama hanya memiliki beberapa subcabang, kita mungkin perlu untuk menggabungkan mereka di bawah satu kategori.
b.      Carilah penyebab yang muncul berulang kali.  Ini mungkin merupakan akar penyebab; dan
c.       Carilah apa yang dapat anda ukur dalam masing-masing akar penyebab sehingga anda dapat mengukur dampak dari setiap perubahan yang anda buat.

E.     Manfaat
1.      Membantu menentukan akar penyebab;
2.      Mendorong partisipasi kelompok;
3.      Tertib, format mudah dibaca menyebabkan hubungan diagram dan akibat;
4.      Menunjukkan kemungkinan variasi penyebab;
5.      Meningkatkan pengetahuan tentang proses dengan membantu setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut tentang faktor-faktor di tempat kerja dan bagaimana mereka berhubungan;
6.      Mengidentifikasi daerah-daerah untuk mengumpulkan data;
7.      Untuk mempelajari masalah/issue dan menentukan akar penyebabnya;
8.      Menemukan semua kemungkinan alasan mengapa suatu proses mulai mengalami kesulitan, masalah, bahkan kegagalan;
9.      Mengidentifikasi area dalam pengumpulan data; dan
10.  Mengetahui mengapa sebuah proses tidak bekerja dengan baik atau hasil produksi yang diinginkan.

F.     Kelebihan Dan Kekurangan
Fishbone diagram digunakan untuk secara sistematis mengumpulkan dan mengelompokkan berbagai macam penyebab/cause dari berbagai dimensi yang berbeda-beda yang membentuk suatu permasalahan/problem utama.  Fishbone diagram dapat membantu menidentifikasi alasan mengapa suatu proses berjalan di luar kontrol.
Diagram ini memiliki kelebihan dalam menampung banyaknya kategori yang muncul.  Pada umumnya masing-masing orang di dalam tim ingin memberikan kontribusi tentang apa yang harus dilakukan mengenai suatu masalah, diagram ini dapat membantu mengeksplorasi secara lebih menyeluruh dari masalah-masalah serta di belakang masalah yang akan mengarah pada solusi yang lebih kuat.
1.      Kelebihan dari Diagram Fishbone antara lain:
a.       Digunakan untuk menganalisa penyebab masalah dari berbagai sudut pandang sehingga cocok dipakai dalam bisnis dan industri;
b.      Setiap orang dalam tim merasa memiliki kontribusi lebih dalam upaya pemecahan masalah;
c.       Metode ini sering dianggap menyenangkan karena ada proses brainstorming dan pengenalan sudut pandang baru;
d.      Tidak ada peralatan khusus yang digunakan; dan
e.       Grafik diagram yang dihasilkan enak dilihat dan menggambarkan dengan jelas keterkaitan antara penyebab dengan masalah.
2.      Kekurangan dari Diagram Fishbone antara lain:
a.       Meskipun diagram fishbone dapat secara cepat mengenali banyak penyebab permasalahan, akan tetapi jalan keluar penyelesaian masalah yang dihasilkan berbanding terbalik.  Semakin banyak penyebab masalah yang berhasil diidentifikasi, semakin banyak dan semakin lama proses analisis penyelesaian masalah;
b.      Diagram fishbone juga seringkali tidak bisa menghubungkan dengan jelas korelasi secara sekuensial antara sumber-sumber permasalahan yang teridentifikasi tersebut; dan
c.       Magnitude/skala dari masing-masing penyebab masalah dan seberapa besar kemungkinan penyebab tersebut mempengaruhi masalah tidak dapat dijelaskan dengan metode ini.

G.    Implementasi Fishbone Diagram  dalam Merencanakan Inovasi Pendidikan
1.      Merencanakan Inovasi Pendidikan
Berdasarkan pada 6 prinsip dasar inovasi pendidikan maka setidaknya kita tidak akan semena-mena dalam merencanakan inovasi. Kembali ketitik awal bahwasanya proses inovasi dapat bermula dari munculnya kesenjangan (GAP), ketidaksesuaian sehingga diperlukan pembaharuan, perubahan atau tindakan korektif atau kebijakan baru yang sifatnya inovatif, meskipun setiap perubahan belum berarti inovasi namun setiap inovasi meski di dalamnya adalah perubahan. Singkatnya langkah langkah secara global sebagai berikut di bawah ini:
a.       Dokumentasi gap atau kesenjangan dan ketidaksesuaian (proses). Baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hingga terbentuk prosses flowchart.
b.      Identifikasi kebutuhan (demand) pelanggan dalam hal ini pengguna jasa pendidikan.
c.       Menganalisis gap dan kesenjangan dan ketidaksesuaian (analisa proses) tersebut.
d.      Pengembangan tindakan korektif (root causes analysis)
e.       Implementasi inovasi.
f.       Validasi
Tahapan tersebut di atas menunjukkan bahwa root causes analysis memegang peranan penting dalam menentukan kebijakan selanjutnya (korektif/pembaharuan/inovasi).
Gejolak, Penomena, Gap, Ketidak sesuian yang terjadi dalam proses pendidikan atau berbagai permasalahan yang aktual baik teoritis maupun paraktis, baik dalam tatanan makro maupun mikro, bahkan skup yang lebih kecil seperti permasalahan di dalam kelas dijadikan sandaran dalam berinovasi di dunia pendidikan. Namun untuk kebermaknaan suatu inovasi tetap harus mengusung prinsip-prinsip inovasi itu sendiri. Untuk itu salah satunya, masalah yang diungkap haruslah terlebih dahulu dinalisis (akar masalah) sehingga inovasi betul-betul berkenaan dan bermakna (mainfull).
Berikut di bawah ini adalah contoh diagram framework dimana esensi analisis akar masalah demi mewujudkan hasil yang optimal dan bermakna.

2.      Fishbone Diagram
Diagram ”Tulang Ikan” atau Fishbone diagram sering pula disebut Ishikawa diagram sehubungan dengan perangkat diagram sebab akibat ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang. Gasversz (1997: 112) mengungkapkan bahwa ”Diagram sebab akibat ini merupakan pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Selanjutnya diungkapkan bahwa diagram ini bisa digunakan dalam situasi: 1) terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, 2) diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan 3) terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dan akibat.
Berikut disarikan dari Gasversz (1997, 112:114) tentang langkah-langkah penggunaan diagram Fishbone:
a.       Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan diungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).
b.      Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.
c.       Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama seperti: material, metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada cabang-cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama ini bisa diubah sesuai dengan kebutuhan.
d.      Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkan pada cabang yang sesusai.
e.       Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan ”mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab masalah itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita adapat menggunakan teknik bertanya mengapa lima kali (Five Why).
f.       Interpretasikan diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.
g.      Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab-akibat itu dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi.
Pertanyaan Why? Bercabang hingga mencapai lima yang menggambarkan sub tulang ikan itu sendiri. Dimana kategori utama Manusia, Pengukuran, Metode, Materia, Mesin dan Lingkungan dapat diganti sesuai kebutuhan misalkan, dalam konteks permasalahan penurunan kualitas lulusan bisa diganti dengan sarana belajar, orang tua, teman sekolah, kurikulum, guru, kepala sekolah, lingkungan belajar, dan lain-lain.
3.      Implementasi Root Cause Analysis menggunakan Fishbone Diagram  dalam Perencanaan Inovasi Pendidikan
Penerapan atau implementasi Fishbone Diagram dalam analisis akar masalah dalam berinovasi di bidang pendidikan, berikut di bawah ini langsung disajikan dalam bentuk contoh root cause analysis dalam bidang pendidikan.
 Contoh  Masalah: Mengapa Kualitas Lulusan SDM Rendah?
·         Kategori Utama
Ø   Sebab 1 (Sb1): Guru/Dosen
Ø   Sebab 2 (Sb2): Siswa
Ø   Sebab 3 (Sb3): Masyarakat
Ø   Sebab 4 (Sb4): Kurikulum
·         Five Why
Ø  Why 1 Guru/Dosen kurang kompeten/tidak banyak belajar Siswa input (lulusan sekolah sebelumnya) kurang berkualitas Masyarakat kurang peduli kualitas lulusan siswa  Kurikulum kurang tepat atau salah arah.
Ø  Why 2 Guru/Dosen mengajar ditempat lain atau sibuk mencari uang tambahan Unit pemroses lembaga pendidikan sebelumnya berkualitas rendah (guru, fasilitas, dll) Masyarakat sudah menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN Ada kepentingan tidak etis dalam penyusunannya
Ø  Why 3 Kesejahteraan kurang Anggaran APBN Rendah (BOS tidak normal) Rekruitmen siswa dan SDM tidak bersih atau transaparan  Tidak ada akses kontrol untuk masyarakat atau pemerhati pendidikan
Ø  Why 4 APBN tidak mencukupi Pajak negara terserap sedikit Ada ketidak sesuaian penerapan kebijakan Sistem demokrasi anomali yang sarat akan KKN
Ø  Why 5 Pajak banyak hilang korupsi merajalela (temuan...) Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
Atau tampilan deskripsi dapat berupa catatan demikian yang jika diterapkan dalam fishbone diagram memunculkan gambaran tulang besar dan tulang kecil ikan. Sebagai berikut:
 Sb1-1: Guru kurang kompeten/tidak banyak belajar
 Sb1-2: Guru mengajar ditempat lain atau sibuk mencari uang tambahan
 Sb1-3: Kesejahteraan kurang
 Sb1-4: APBN tidak mencukupi
 Sb1-5: Pajak banyak hilang korupsi merajalela (temuan...)
 Sb2-1: Siswa input (lulusan sekolah sebelumnya) kurang berkualitas
 Sb2-2: Unit pemroses rendah (guru, fasilitas, dll)
 Sb2-3: Anggaran APBN Rendah (BOS tidak normal)
 Sb2-4: Pajak negara terserap sedikit
 Sb2-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
 Sb3-1: Masyarakat kurang peduli kualitas lulusan siswa
 Sb3-2: Masyarakat sudah menganggap biasa atau terbiasa dengan KKN
 Sb3-3: Rekruitmen siswa dan SDM tidak bersih atau transaparan
 Sb3-4: Ada ketidak sesuaian penerapan kebijakan
 Sb3-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
 Sb4-1: Kurikulum kurang tepat atau salah arah
 Sb4-2: Ada kepentingan tidak etis dalam penyusunannya
 Sb4-3: Tidak ada akses kontrol untuk masyarakat atau pemerhati pendidikan
 Sb4-4: Sistem demokrasi anomali yang sarat akan KKN
 Sb4-5: Korupsi dan sadar pendidikan moral rendah
H.    KESIMPULAN
Perubahan zaman sekarang menjadikan perubahan dunia pendidikan yang semakin kompleks permasalahannya dimana pendidikan sebagai sebuah sistem mangghasilkan permasalahan dari subsistem-subsistem pendukungnya dari mulai tatanan kebijakan hingga empris praktis, baik dari level makro hingga mikro. Hal ini mampu mengaburkan inti permasalahan sehingga diperlukan analisis akar masalah untuk menghasilkan tindakan korektif, pembaharuan bahkan inovasi baik discovery maupun invention.
Root Causes Analysis  melalui perangkat Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa). Membantu inovator untuk menginventarisir, menghindari keragaman masalah dan menemukan akar masalah untuk berinovasi, sehingga inovasi itu sendiri manifull (sangat bermakna).

I.       DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2010. Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta
Danim, Sudarwan. 2010. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia
Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Su’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta



No comments:

Post a Comment