Saturday, February 16, 2013

BERUSAHA MENJADI GURU EFEKTIF


Ketika penulis duduk di bangku SMP dan MAN masih ingat sampai sekarang bahwa ada istilah guru killer, guru ndagel/mloto, guru sadis, guru judes, dan guru cuek. Bahkan ketika tahu akan ada pelajaran yang diampu guru tertentu terasa malas masuk sekolah, tidak bersemangat, begitu ada suara/langkah guru akan masuk kelas terasa malaikat maut sudah datang. Sebutan guru killer merupakan gambaran guru yang pelit nilai, galak, tidak ada rasa humor, dan adanya rasa takut tidak berani menatap wajah guru sehingga terasa kaku dan murid merasa bahagia apabila jam pelajaran selesai, nafas baru lega. Sedangkan guru ndagel adalah pembawaan guru di kelas yang santai, lucu, tidak pernah memberikan tugas, yang terpenting murid senang dengan cara mengajar guru tanpa menuntut materi pelajaran apakah sesuai dengan kurikulum atau tidak, yang penting happy.
Barangkali istilah-istilah guru tersebut masih ditambah istilah lain yang masing-masing murid mempunyai kosa kata sendiri-sendiri, seperti guru wajib, guru sunnah, guru mubah, guru makruh, dan guru haram atau mungkin juga ada guru narsis. Berbagai istilah sebutan guru itu tidaklah lahir tanpa sebab, sebutan tersebut merupakan interpretasi para siswa untuk mendeskripsikan sikap, tingkah laku, gaya mengajar, pengelolaan kelas guru itu sendiri pada kegiatan belajar mengajar. Gaya guru di kelas sangat dinilai dan diperhatikan pada murid karena hal itu salahsatu bentuk interaksi guru dan murid di kelas, sehingga masing-masing dapat menilai cara mengajar guru dan cara belajar siswa.

Oleh karena itu, jenis guru dapat dipetakan menjadi dua, guru inspiratif dan guru kurikulum, sebagaimana yang diistilahkan Rhenald Kasali. Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99%. Sedangkan guru inspiratif jumlanya kurang dari 1%. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum tetapi mengajak murid-muridnya berfikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Dengan demikian nilai positif dari guru kurikulum dapat melahirkan manajer-manajer handal, sedangkan guru inspiratif melahirkan pemimpin pembaru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.
Jika melihat kondisi sistem pendidikan sekolah pada saat ini umumnya adalah guru-guru memang terbelenggu oleh ketentuan administratif yang harus dipatuhi seperti target pencapaian kurikulum, ketuntasan belajar, silabus, RPP dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan yang ada bahwa wujud pelaksanaan pendidikan di sekolah tertuang dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan intrakurikuler sangat jarang guru dalam interaksinya dengan murid-muridnya mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki mereka. Padahal tujuan pendidikan yaitu pengembangan secara menyeluruh dari seluruh potensi anak didik melalui kreatifitas dan berpikir kreatif. Hal ini memperlihatkan bahwa pendidikan memiliki arti sebagai pengembangan potensi manusia.
Tugas utama seorang guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai pengajar, pendidik, pelatih dan pembimbing siswa. Sebagai pengajar seorang guru berperan dalam melakukan transfer of knowledge, yakni mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi (aspek kognitif). Tugas sebagai pendidik menempatkan guru dalam melakukan transfer of value yang meneruskan nilai-nilai kehidupan (aspek afektif). Sebagai pembimbing dan pelatih siswa guru berperan dalam mengembangkan keterampilan, memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam mewujudkan cita-citanya (aspek psikomotorik).
Proses pendidikan yang ada di sekolah mestinya tidak hanya berorientasi pada aspek kognitifnya saja atau dengan kata lain lebih mengacu pada perolehan nilai tetapi juga harus bisa mengembangkan nilai-nilai lain seperti emosional, kepribadian, spiritual dan sosial. Akan tetapi yang terjadi di lapangan peran  guru lebih banyak mengajar dari pada mendidik. Artinya ketika guru masuk ke ruang kelas maka yang dilakukan hanya menyampaikan materi yang ada di buku atau dengan kata lain bersifat curriculum oriented (terjebak pada kegiatan pencapaian target kurikulum), dan bersifat content oriented atau pencapaian tujuan kognitif yang malah jauh dari pencapaian tujuan pendidikan yang sebenarnya. Sedangkan pada kegiatan ekstrakurikuler pembinaan dan pengembangan potensi belum mendapatkan proporsi yang sewajarnya.
Untuk bisa melaksanakan tugasnya secara maksimal agar dalam proses belajar mengajarnya seorang guru dapat mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajarannya, maka seorang guru dituntut mampu menjadi guru yang efektif. Sukadi (2006 : 11) menegaskan bahwa guru efektif adalah guru yang mau dan mampu mendayagunakan (empowering) seluruh kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya, peserta didiknya dan lingkungan belajarnya untuk mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Tidak hanya itu, Ia juga harus mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Proses belajar mengajar yang efektif adalah suatu proses pembelajaran yang dapat memberikan hasil belajar maksimal berupa penguasaan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Nazarudin Rahman, 2009 : 131).
Siapa yang tidak mau menjadi guru yang disukai siswa? Semua guru sepertinya mengharapkan ini, termasuk siswa, bahkan orang tua siswa. Oleh karena itu, masing-masing guru perlu membuat master plan tentang hal ini, minimal melakukan riset sendiri-sendiri sejauhmana gaya mengajarnya terhadap siswa, sebab bagaimanapun kemahiran dan kepandaian guru belum menjamin siswa tertarik dan senang diajar selama hubungan guru dan murid tidak berjalan dengan baik, dus "bagaimana mungkin siswa bisa belajar dengan baik selama prilaku guru dikelas kurang/tidak menyenangkan?".
Oleh karena itu, ada beberapa hal (baca: tips) yang berkaitan untuk meningkatkan guru agar proses pembelajaran di kelas menarik siswa, sehingga menjadi suasana yang menyenangkan adalah Pertama, tidak terlalu banyak melaksanakan metode ceramah. Metode ceramah di kelas adalah keharusan dan merupakan metode yang pasti dipakai sebagai penyampaian materi secara verbal, tetapi jika terlalu lama akan membuat siswa pasif/bosan, mengandung unsur paksaan kepada siswa, sulit mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar siswa. Kedua, memberikan contoh kepada siswa apa yang ia ingin siswa lakukan. Jika anda sebagai guru berharap siswa anda hormat pada anda, silahkan terlebih dahulu menjaga harga diri siswa anda di kelas. Oleh karena itu, faktor keteladanan guru mutlak diperlukan sebagai cerminan kewibawaan.
Ketiga, Jika marah atau kecewa pada siswa, berbicara pada mereka dan bukan berteriak. Kemarahan akan menghentikan sesaat, sedangkan keramahan membuat suasana tenang. Keempat, senyum tulus pada semua siswa. Siswa yang dicap sebagai anak yang "bermasalah" akan luntur dan akan menyukai jika memberikan senyum pada mereka. Kelima, Memotivasi siswa dengan cara memotivasi dan bukan menyindir. Maka guru dituntut untuk menambah wawasan dengan membaca buku-buku motivasi ataupun misalnya belajar melalui program TV semacam Mario Teguh Golden Ways.
Keenam, Menggunakan humor pada tempat dan saat yang tepat. Menurut penelitian Darmansyah Nabar (2009) menyatakan bahwa, kontribusi kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran dengan sisipan humor lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional. Ketujuh, Penyabar, sebab mendidik dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal.
Profesi guru pada dasarnya tidaklah mudah karena membutuhkan software, hardware maupun brainware yang selalu up to date. Guru dituntut menguasai banyak hal mulai administrasi pendidikannya, proses pembelajaran dan evaluasinya, pengembangan karir dan profesinya, dan lain-lain. Dan disisi lain guru yang efektif mampu menjalin kerjasama dengan pimpinan, sesama guru ataupun murid. Guru harus mampu memperhatikan orang lain karena tugas dan tanggung jawab guru tidak hanya di kelas tetapi juga di masyarakat, sehingga rasa empati merupakan sebuah keniscayaan bagi guru terutama pengabdian dan perhatian terhadap siswa dan profesinya adalah investasi kebaikan. Allah akan membalas segala kebaikan yang telah diperbuat di dunia dan di akhirat.
Sebagai khatimah. Tidaklah salah jika kita renungkan makna kata-kata ini, bahwa guru biasa adalah guru yang banyak berbicara, guru bagus adalah guru yang banyak berencana, guru hebat adalah guru yang dapat merealisasikan, guru prestasi adalah guru yang selalu menginspirasikan, dan guru sejati adalah guru yang kreatif, inovatif, cerdas dan berkarakter. Bagaimana dengan kita?

No comments:

Post a Comment