A. PENDAHULUAN
Penididikan merupakan suatu
kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan
tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak
dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang
ditambah imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau memberi
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari pengertian ini didapat
beberapa hal yang berhubungan dengan Pendidikan.
Saat ini teknologi informasi dan
komunikasi sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia,
kemajuannya luar biasa terutama dalam bidang komputer baik desainernya maupun
softwernya. Hampir setiap bulan para desainer, pabrikan, ahli dalam bidang
teknologi komputer terus menerus mengadakan penelitian dan pengembangan
teknologi. Bangsa
Indonesia yang semakin besar tidak luput dari kemajuan teknologi informasi ini,
walapun pada umumnya berada pada tataran konsumen/pemakain yang kalah jauh dari
negara tetangga yang sudah masuk pada tataran desainer teknologi dan produsen
komponen-komponen informasi teknologi informasi terutama bidang komputer. Sehingga
barang elektronik harganya terjangkau oleh masyarakat. Untuk menyikapi
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat tersebut,
diperlukan adanya sumber daya yang handal agar negara kita tidak hanya menjadi
pemakai teknologi, namun bisa berkembang menjadi "pencipta:"
teknologi itu sendiri. Saat
ini para siswa di sekolah khususnya setingkat SMP/MTs atau yang sederajat,
sudah mulai diberi sebuah mata pelajaran yang berhubungan dengan teknologi
informasi dan komunikasi, sehingga diharapkan para siswa setidaknya sudah tidak
asing dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk
itu diperlukan adanya sistem pembelajaran yang baik agar para siswa bisa lebih
mudah memahami pembelajaran tentang teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya
dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya
penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam
proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang
kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4)
fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu
nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan
dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon,
komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya
dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan
media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan
langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam
lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya
dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah
berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu
proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang
makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan
menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning
merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran
dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning
merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan,
mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke
pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang
standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran
di balik paradigma pembelajaran tradisional.
Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK
seperti: CBT (Computer Based Training),
CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE
(Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated
Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT
(Web-Based Training), dsb.
Dengan semakin banyaknya situs pertemanan seperti facebook,
twitter, friendster, dan myspace membuat komunikasi dan saling
bertukar informasi semakin mudah. Belum lagi semakin menjamurnya tempat membuat
blog gratis di internet seperti wordpress, blogspot, livejurnal, dan multiply.
Membuat kita dituntut bukan hanya mampu mencari dan memanfaatkan informasi
saja, tetapi juga mampu menciptakan informasi di internet melalui blog yang
kita kelola dan terupdate dengan baik. Di sanalah
muncul kreativitas menulis yang membuat orang lain mendapatkan manfaat dari tulisan yang kita buat. Namun sayangnya,
kebiasaan menulis dan membaca belum menjadi budaya masyarakat Indonesia,
termasuk guru dan siswa di sekolah. Para guru dituntut agar para peserta
didiknya mampu memanfaatkan TIK untuk mengembangkan kreativitas menulis.
Keperluan akan penguasaan TIK telah diantisipasi oleh
pemerintah dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dengan
dimasukkannya kurikulum TIK dalam kurikulum 2004 dan sekarang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) mulai dari pendidikan dasar sampai ke perguruan
tinggi. Diharapkan dengan diimplementasikannya kurikulum TIK ini akan
meningkatkan kualitas proses pengajaran, kualitas penilaian kemajuan siswa, dan
kualitas administrasi sekolah.
Adapun pemanfaatan Teknologi
Informasi untuk Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat dikelompokkan
ke dalam tiga fungsi, yaitu (1) media pembelajaran mandiri/klasikal. Media
Pembelajaran mandiri/klasikal, antara lain pemutaran film dan CD interaktif,
pertama, pemutaran film, guru dapat memilah jenis film yang ada yaitu film yang
bersifat given artinya suatu paket judul film yang telah tersedia dan relevan
dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam. Kedua, penggunaan CD interaktif
lebih”Maju” dari pemutaran film, karena siswa dapat melakuakn”interaksi” atau
perlakuan terahdap program yang ditawarkan pada CD, misalnya CD interaktif
soal-jawab Pendidikan Agama Islam dikemas dalam bentuk permainan seperti dalam
”Who want to Be Millionare”. Madrasah/sekolah dalam hal ini guru Pendidikan
Agama Islam harus memiliki koleksi film atau CD interaktif yang terkait dengan
materi Pendidikan Agama Islam interaktif yang terkait dengan materi Pendidikan
Agama Islam sesuai kurikulum yang berlaku.
(2) Alat bantu (alat belajar) dalam proses pembelajaran. Teknologi
Informasi yang dimanfaatkan untuk alat bantu pembelajaran yaitu, pemanfaatan
softwere (komputer) untuk pemeblajarn Pendidikan Agama Islam. Beberapa contoh
software pendidikan yang dikelan diantaranya; Computer Assisted Instruction
(CAI) yang umumnya software ini sangat baik untuk keperluan remidial.
Intelligent computer assited learning (ICAL), dapat digunakan untuk material
atau konsep. Computer Assisted Training (CAT), Computer Assisted Design (CAD),
Computer Assisted Media (CAM) dan sebagainya.
(3) Sumber belajar/sumber data. Teknologi Informasi yang
terkait sebagai sumber belajar (learning resurces) dalam bentuk internet dengan
segala komponennya. Materi yang ditampilkan dalam sebauh eb yang terkait denagn
pendidian Agama Islam dapat dilacak terlebih dahulu oleh guru dan dipraktekkan
langsung oleh murid. Maksud pelacakan oleh guru agar materi atau informasinya
relevan dengan tujua kurikuler PAI.
B. RUMUSAN
MASALAH
Beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana upaya
peningkatan mutu pembelajaran terhadap
penerapan teknologi pendidikan?
2.
Bagaimana peran guru agama
Islam dalam mengaplikasikan teknologi
di sekolah ?
C.
PEMBAHASAN
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam
memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1)
siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam
kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang
berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru
harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan
sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran
pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam
pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses
pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya
mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi,
(4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan
menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu
proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan
pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami,
(2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak
linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas
yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7)
aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan
pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran.
Peran guru telah berubah dari: (1)
sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi sebagai
fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan
mitra belajar; (2) dari mengendalikan
dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi
lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada
setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam
pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai
pengetahuan, (3) dari pembelajaran
sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi
pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu
berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci
dapat digambarkan sebagai berikut:
Lingkungan
|
Berpusat pada guru
|
Berpusat pada siswa
|
Aktivitas kelas
|
Guru sebagai
sentral dan bersifat didaktis
|
Siswa sebagai
sentral dan bersifat interaktif
|
Peran guru
|
Menyampaikan
fakta-fakta, guru sebagai akhli
|
Kolaboratif,
kadang-kadang siswa sebagai akhli
|
Penekanan
pengajaran
|
Mengingat
fakta-fakta
|
Hubungan antara
informasi dan temuan
|
Konsep
pengetahuan
|
Akumujlasi
fakta secara kuantitas
|
Transformasi
fakta-fakta
|
Penampilan
keberhasilan
|
Penilaian acuan
norma
|
Kuantitas
pemahaman , penilaian acuan patokan
|
Penilaian
|
Soal-soal
pilihan berganda
|
Protofolio,
pemecahan masalah, dan penampilan
|
Penggunaan
teknologi
|
Latihan dan
praktek
|
Komunikasi,
akses, kolaborasi, ekspresi
|
1.
Upaya Peningkatan Mutu Pembelajaran Terhadap
Penerapan Teknologi Pendidikan
Di
era global seperti sekarang ini, sudah banyak digunakan teknologi khususnya
teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini disebabkan karena teknologi
tersebut telah mempengaruhi hampir keseluruhan aspek kehidupan sehari-hari
manusia. Oleh karena itu, sebaiknya semua orang tidak “gagap” teknologi. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi,
maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju. Informasi
sudah merupakan 'komoditi' sebagaimana layaknya barang ekonomi yang lain. Peran
informasi menjadi kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini.
Hal ini bisa dimengerti karena masyarakat sekarang sedang menuju ke era
masyarakat informasi (information
age) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge
society).
Mengajar dan belajar masih banyak
mengandung hal-hal yang sebenarnya belum kita pahami sepenuhnya. Itulah
sebabnya terdapat berbagai teori tentang belajar yang belum dapat dipadukan
menjadi satu teori belajar yang uniform. Juga belum diketahui dengan pasti
bagaimana merumuskan tujuan berdasarkan kompetensinya, metode mengajar yang
terefktif dal lainnya. Masih belum ada keyakinan, hingga manakah kita dapat
mengukur hasil mengajar khususnya tujuan pendidikan mengenai perkembangan
kepribadian anak antara lain ranah afektif. Banyak lagi hal-hal dalam situasi
belajar yang belum kita ketahui dengan jelas apa pengaruhnya terhadap hasil
belajar, demikian pula belum mengetahui peranan perbedaan individual dalam
proses belajar.
Oleh karena itulah teknologi pendidikan
mendorong para pengajar untuk memandang kegiatan mengajar ini sebagai masalah
dan berusaha memecahkannya secara ilmiah berdasarkan penelitian. Ini menuntut
agar tiap guru sedikit banyak menjadi peneliti yang selalu kritis terhadap
usahanya, berusaha mencari jalan-jalan baru untuk senantiasa meningkatkan
keahlian dalam profesinya.
Teknologi tidak merupakan kunci ke arah sukses
yang pasti dalam pendidikan atau pengajaran. Akan tetapi teknologi pendidikan
menunjukan suatu prosedur atau metodologi yang dapat diterapkan dalam
pendidikan. Teknologi pendidikan merupakan suatu teori yang mempunyai sejumlah
hipotesis. Teknologi pendidikan dapat pula dipandang sebagai suatu gerakan
dalam pendidikan yang diikuti oleh guru-guru yang merasakan bahwa mengajar
hingga kini masih dilakukan secara sembrono, asal-asalan, tanpa dasar yang
jelas, menurut selera masing-masing atau terkadang sekedar menggugurkan
kewajiban. Maka teknologi pendidikan merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk
memperbaiki metode mengajar dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah yang
membuktikan keberhasilan dalam bidang-bidang lain.
Teknologi pendidikan mengajak guru untuk
bersikap problematik terhadap proses belajar mengajar dan memandang tiap metode
mengajar sebagai hipotesis yang harus diuji efektivitasnya. Dengan demikian
upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan
mendayagunakan sumber belajar. Dengan demikian teknologi pendidikan mendorong
profesi keguruan untuk berkembang menjadi suatu “science”, disamping profesi
guru akan selalu mengandung aspek “seni”.
Dalam pembelajaran yang baik dalam konteks
teknologi pendidikan, media atau alat pembelajaran memiliki nilai manfaat bagi
guru maupun murid karena cukup efektif dan efisien dalam upaya pencapaian
kompetensi yang diharapkan. Media atau alat-alat pembelajaran disebut dengan
“hardware”, seperti radio, televise, laptop, internet, LCD dan lainnya baik
yang bersifat sederhana maupun modern.
Dalam proses/konsep teknologi pendidikan,
tugas media bukan hanya sekedar mengkomunikasikan hubungan antara sumber
(pengajar) dan sipenerima (si anak didik), namun lebih dari itu merupakan
bagian yang integral dan saling mempunyai keterkaitan antara komponen yang satu
dengan yang lainnya, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
Media pembelajaran tersebut besar manfaatnya,
namun bukan merupakan inti atau hakikat teknologi pendidikan dan tidak
mengandung arti pendidikan. Media tersebut baru bermanfaat bila dikaitkan
dengan suatu pelajaran atau program, inilah yang disebut “software”. Yang
merupakan inti teknologi pendidikan adalah programnya yang harus disusun
menurut prinsip-prinsip tertentu. Di sinilah letak dan peran kecerdasan seorang
guru untuk meningkatkan kompetensi profesinya dengan menimplementasikan
teknologi pendidikan atau pengajaran.
Bila guru menerapkan prinsip-prinsip teknologi
pendidikan secara konsekuen maka terbuka baginya jalan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kompetensinya. Ia akan memandang proses kegiatan belajar mengajar
sebagai problema yang tak berkesudahan yang dihadapinya secara obyektif dan
ilmiah. Dengan sikap serta usaha yang demikian, mengajar akan dapat
dikembangkan dan ditingkatkan menjadi profesi dalam arti yang sebenarnya.
Kesiapan tenaga pengajar untuk melakukan
perubahan, perlu diawali dengan kemauan untuk mengkritik diri sendiri, memahami
kekuatan atau kelemahan dalam kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
sehingga mampu membaca dan menyadari bahwa dalam beberapa hal perlu dilakukan
perubahan-perubahan sejalan dengan dilakukannya perubahan kurikulum.
Guru yang telah membuat hipotesis strategi
pembelajaran kemudian mempraktikkannya maka ia akan mengetahui kelebihan dan
kekurangannya yang merupakan problema ilmiah dalam pengajaran kemudian diadakan
penelitian secara ilmiah pula. Teknologi pendidikan sebagai hasil penelitian
dan pemikiran ilmiah tentang pendidikan menuntut seorang guru untuk bersifat
terbuka, melakukan pembenahan untuk perubahan sehingga selalu ada inovasi
pembelajaran agar guru memiliki visi yang luas tentang hakikat pendidikan.
Namun sayangnya, di negeri kita yang kaya ini, dan terdiri dari berbagai
pulau, hal di atas masih seperti mimpi karena struktur dan kultur serta SDM
guru yang profesional belum merata dengan baik. Di berbagai kota besar seperti
Jakarta misalnya, beberapa sekolah maju dan internasional telah
mengaplikasikannya, tetapi buat sekolah-sekolah di daerah, mungkin masih jauh
panggang dari api dalam mengaplikasikan TIK.
Meskipun TIK dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang
proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain
masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang
anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan
materi yang dipelajari. Terkadang anak-anak lebih senang bermain games
ketimbang materi yang diberikan oleh guru. Karena games sangat menarik peserta
didik untuk rehat sejenak dari segala pembelajaran yang diterimanya di sekolah.
Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual
sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi
yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet
sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap
informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang
kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat
manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dan sebagainya. Dalam
hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran
secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang
tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.
Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas
sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil
pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan
terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan
produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas
pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan SDM secara keseluruhan. Melalui
penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan
sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan
TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan
mengembangkan semua potensi yang dimilikinya..
Dalam menghadapi
tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat
diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat
diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama,
kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua,
kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam
pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat
memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas
memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya,
kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan,
keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai
dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk,
berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki
rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan
orang lain, dan sebagainya. Karya-karya kreatif
ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan
dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam
kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi
individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya.
Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan
kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir
dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat
terhadap berbagai hal.
2. Peran Guru Agama
Islam dalam Mengaplikasikan Teknologi
di Sekolah
Siswa memerlukan bimbingan
baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran
dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan
harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan
memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi
informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah
peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan
hanya salah satu sumber informasi.
Dalam bukunya yang
berjudul “Reinventing
Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di
masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai:
pelatih (coaches),
konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan
pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus
memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan
cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru
hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara
yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih
hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu
sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan
kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu
menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan
perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada
jarak yang kaku dengan guru.
Disamping itu, guru
diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah
perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru
memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola
keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh
sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya
berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya
dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber
belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
Sebagai pemimpin,
diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan
orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai
pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak
yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Sebagai pembelajar,
guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan
kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang,
guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya
yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang
mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku
petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu
menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung
oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas
profesionaliemenya.
Menurut Wardiman, Dkk (1997),
bahwa di zaman modern yang serba canggih sekarang ini, teknologi sangatlah
penting bagi guru agama karena isu-isu masa depan berkaitan erat dan sangat
ditentukan oleh teknologi dan pemunculan sains baru. Dampak teknologi dan sains
ini terhadap pengembangan sumber daya manusia terutama disektor pendidikan
mendatang akan sangat dirasakan. Masa depan manusia sangat ditandai dengan
peningkatan lajunya pembaharuan di bidang ilmu pengetahuan, sains dan
teknologi. Dan selain itu juga sains dan teknologi berfungsi untuk menjembatani
agama, dan untuk mengisi dan menguatkan agama. Di samping itu pula, sain dan
teknologi memperkaya nilai-nilai kemanusiaan dan menciptakan kemaslahatan
manusia. dan selain itu pula dapat mempermudah guru dalam proses belajar
mengajar. Maka dari itu perlu sekali bagi guru agama memiliki Sains Dan
Teknologi dalam mengajar.
Apabila guru agama hanya
menguasai agama saja maka tidak menutup kemungkinan ia akan mengalami
kemunduran atau tidak berkembang. Untuk mengatasi kemunduran tersebut maka guru
agama harus menguasai sains dan teknologi. Sebagai contoh: krisis lingkungan
tengah terjadi, degradasi lingkungan sedang dirasakan semakain buruk,
pembakaran hutan, pemanasan global, kekeringan yang berkepanjangan dan
sebainya.
Sedangkan untuk mengatasi
hal ini maka peran guru agama sangat penting untuk menjelaskan masalah
lingkungan yang dikaitkan dengan agama. Inisiatif agama sangat diperlukan untuk
mengurangi kerusakan tersebut dengan cara yang lembut yaitu Pendekatan
Religius. Prof Mary Evlyn Tucker (dalam Rihlah Nuraida Nur Aulia) guru besar
agama dari Bucknel University pelopor forum agama dan lingkungan, dan membawa
diskursus ini dalam berbagai kegiatan tingkat Internasional hingga lokal untuk
menghimbau agama-agama terlibat dalam menyelamatkan bumi. Sains dan Teknologi
memang diperlukan, tapi itu saja tidak cukup, kita memerlukan agama untuk
terlibat dalam keluar dari krisis lingkungan.
Oleh karena itu, aplikasi dan potensi TIK dalam pembelajaran di sekolah
yang dikembangkan oleh guru dapat memberikan beberapa manfaat antara lain.
a. Pembelajaran menjadi lebih interaktif, simulatif, dan
menarik
b. Dapat menjelaskan sesuatu yang sulit / kompleks
c. Mempercepat proses yang lama
d. Menghadirkan peristiwa yang jarang terjadi
e. Menunjukkan peristiwa yang berbahaya atau di luar
jangkauan
D.
PENUTUP
Aplikasi dan potensi teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) telah membawa pergeseran pandangan tentang pembelajaran dan peran guru
dalam proses pembelajaran di sekolah. Penerapan teknologi dalam pembelajaran memungkinkan kegiatan belajar
mengajar lebih interaktif, simulatif dan lebih menarik. Oleh karena itu guru di
era globalisasi informasi ini dituntut untuk mampu menguasai dan
mengalipkasikan teknologi dalam pembelajaran. Mengajak peserta didik untuk
mampu memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mampu meciptakan informasi
dengan membangun connecting and sharing.
Bagaimanapun banyaknya dampak positif dalam penerapan teknologi dalam pembelajaran di
sekolah, kita mempunyai tanggungjawab bersama dalam meminimalisasi dampak
negatif yang muncul baik secara individual, maupun sosial. Jangan biarkan
anak-anak kita terlalu asyik dengan facebooknya dan games-games online lainnya.
Anak harus diajarkan untuk mampu membaca dan menulis serta menciptakan informasi
di dunia maya.
Peluang diterapkannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) dengan menggunakan teknologi informasi, antara lain: Pertama, mayoritas
sekolah di Indonesia telah memiliki perangkat komputer. Kedua, dengan dengan
perangkat komputer pesan-pesan/materi Pelajaran PAI dapat dipelajari, dipahami,
didiskusikan oleh guru, kelompok guru dan siswa secara mandiri dalam waktu dan
tempat yang tidak terbatas. Ketiga, bahan ajar yang telah dikemas pada software
tertentu akan mudah didistribusikan keseluruh peserta belajar.
Menurut Azar Arsyad, ada beberapa kriteria yang patut
diperhatikan dalam memilih media. (a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media
dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum
megacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif,
afektif dan psikomotor. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya
fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. Media yang berbeda misalnya, film dan
grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena itu memerlukan
proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk
memahaminya.
(b) Praktis, luwes,
dan bertahan Jika tidak tersedia dana, waktu, atau sumber daya lain untuk
memproduksi tidak perlu dipaksakan. Media yang dipilih sebaiknya dapat
digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia disekitarnya
serta mudah untuk dipindah dan dibawa.
(c) Guru terampil
untuk menggunakannya Ini merupakan salah satu kriteria utama, apapun jenisnya
guru dituntut untuk mampu menggunaknnya dengan baik dalam proses belajar
mengajar. (d) Pengelompokan sasaran Media yang efektif
untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok
kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar,
kelompok sedang, kelompok kecil dan perorangan.
(e) Mutu teknis
Mengembangkan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan
teknis tertentu. Sedangkan Dick dan Carey mengemukakan empat kriteria dalam
memilih media pembelajaran, yakni,
pertama, ketersediaan sumber setempat, artinya bila media yang
bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada maka harus dibeli atau
buat sendiri. Kedua, kemampuan finansial
untuk membeli dan memproduksi media, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga, faktor yang menyangkutkeluwesan,
kepraktisan, dan ketahuan media yang digunakan untuk jangka waktu yang lama,
artinya bila digunakan dimana saja dan kapan saja dengan peralatan yang ada
disekitarnya serta kemudahan dibawa (fortable).
Keempat, efektifitas dan efisiensi biaya dalam waktu yang cukup panjang
skalipun nampaknya mahal namun mungkin lebih murah bila dibandingkan media
lainnya yang hanya dapat digunakan sekali pakai.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawir dkk, Media Pembelajaran, (Jakarta: Cipta
Pers, 2002)
Azar Arsyad. Media
Pembelajaran. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
Cece Wijaya, dkk.,Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan
Pengajaran, edisi revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992),
Chaeruman, Uwes Anis., “Urgensi
Gerakan Melek ICT di Sekolah“, http:// www.wijayalabs.wordpress.com
Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik
Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004)
Djojonegoro Ing-Wardiman, Dkk “IPTEK berwawasan Moral”
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pers: Juli 1997. Cet 1
Eveline Siregar, Pelangi teknologi Pendidikan dalam
Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: kencana, 2004)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/20/teknologi-pembelajaran/,
diakses tanggal 12 Maret 2009.
http://cepiriyana.blogspot.com/2006/06/konsep-teknologi-pendidikan.html/,
diakses tanggal 12 Maret 2009.
Ivor K.Davis, Pengelolaan Belajar Seri Pustaka
Teknologi Pendidikan No. 8, (Jakarta: Rajawali, 1991)
Kusumah, Wijaya, dkk, “Teknologi
Informasi dan Komunikasi untuk SMP kelas 7, 8, dan 9″, Jakarta.
Rajagrafindo, 2009
Nasution, Teknologi Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara,
2005)
Natakusumah, E.K., “Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia.“,
Pusat Penelitian informatika - LIPI Bandung, 2002-
Purbo, Onno W., “Teknologi
E-learning”, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.
Rahardjo, Budi., , “Implikasi Teknologi Informasi Dan Internet
Terhadap Pendidikan, Bisnis, Dan Pemerintahan”, Pusat Penelitian
Antar Univeristas bidang Mikroelektronika (PPAUME) Institut Teknologi Bandung
tahun 2000.
Rihlah Nuraida Nur Aulia “Character Building Guru PAI”
Aulia Jakarta: 2008.
Soekartawi, A. Haryono dan F. Librero (2002),
Greater Learning Opportunities Through Distance Education: Experiences in
Indonesia and the Philippines. Southeast Journal of Education (December 2002)
Surya, Mohamad., Makalah dalam Seminar “Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Jarak Jauh dalam Rangka Peningkatan
Mutu Pembelajaran”, diselenggarakan oleh Pustekkom Depdiknas,
tanggal 12 Desember 2006 di Jakarta.
Sutisna, Entis.,”Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan komunikasi dalam Pembelajaran, Guru SMAN 4
Tangerang, tahun 2006
Yusufhadi Miarso, dkk Teknologi Komunikasi Pendidikan,
cet II, (Jakarta: Rajawali, 1986)
No comments:
Post a Comment