Seperti yang kita ketahui
bahwa tahlilan atau peringatan kematian yang biasanya pada 7 harian, hari ke
40, 100, dst merupakan adat istiadat yang sudah begitu kuat mengakar dalam
masyarakat.
Adat istiadat ini berasal
dari adopsi ajaran/kepercayaan hindu saat zaman wali songo dulu. apakah
tahlilan ini termasuk hal yg bathil? ada yang mengatakan bahwa tahlilan ini
termasuk syirik dengan alasan karena berasal dari ajaran/kepercayaan agama
lain, apakah benar termasuk syirik?
Ada juga pendapat bahwa
nasi/makanan yang disediakan oleh keluarga yang meninggal saat tahlilan itu
haram hukumnya, benarkah hal ini? setau saya tujuannya adalah shadaqah
untuk mayit saya sebenarnya tidak mendukung tahlilan ini, tapi jika ada
keluarga saya yang melaksanakannya, bagaimana sebaiknya sikap kita?
apakah tetap membantu?
Atau tidak mau membantu dan
tdk ikut sama sekali dengan alasan ta'awanu 'alal birri wattaqwa wala ta'awanu
'alal ismi wal 'udwan.
Hukum halal dan haramnya tahlilan
memang sejak dulu hingga sekarang ini selalu jadi tema yang paling banyak
digemari oleh kalangan akar rumput dari umat Islam untuk saling tikam, saling
menjelekkan dan saling bertengkar. Sampai ada satu anekdot, kalau ingin mengadu
domba umat Islam yang sudah rukun agar saling cakar-cakaran, ajak mereka
berdiskusi urusan tahlilan, pasti dijamin akan terjadi perang saudara.
Yang satu akan mengharamkan tahlilan
sampai ke akar-akarnya, dan yang lain akan membela mati-matian sampai tetes
darah yang penghabisan. Berbagai macam caci maki biasanya terlontar di tengah
perdebatan yang tidak akan ada akhirnya.
Saya sendiri sudah bosan bicara tentang
hukum tahlilan ini, selain karena tidak ada gunanya, juga disebabkan kebiasaan
jelek bangsa kita, yaitu baik yang mendukung atau pun yang anti tahlilan,
biasanya sama-sama ngotot dan tidak mau kalah. Maka bukan ilmu yang kita
pelajari, tetapi perang saudara yang malah terjadi.
1001 Cara Mengharamkan Tahlilan
Kalangan anti tahlilan punya 1001 cara
dan hujjah untuk mengharamkan tahlilan, mulai dari bid'ah, syirik, budaya
jahiliyah, sampai mengharamkan makan nasi tahlilan, karena dianggap sama dengan
sesaji atau sesembahan kepada jin. Kadang orang yang anti tahlilan sampai tidak
mau bertegur sapa dengan ayah dan ibu kandungnya sendiri, hanya lantaran kedua
orang tuanya dianggap kafir atau musyrik, yang disebabkan keduanya suka bikin
acara tahlilan.
Jadi sampai sebegitu benci mereka
kepada kalangan pro tahlilan, melebihi benci kepada yahudi, Dajjal atau Iblis
dan setan sekali pun. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi?
Sederhana saja, namanya orang
dicekokin, sejak pertama kali mengaji hingga 30-40 tahun kemudian, tema yang
dibahas memang tidak pernah keluar dari memaki-maki kalangan pro tahlilan.
Bahkan agenda dakwah paling utama dalam pandangan mereka cuma satu, yaitu
bagaimana memberantas kemusyrikan, yang wujud nyatanya tidak lain adalah
tahlilan.
Jadi
kalau bicara dakwah, maka yang terbersit pertama kali di kepala adalah dakwah
untuk membasmi tahlilan. Kalau membahas jihad, yang terbayang adalah bagaimana
memerangi kalangan pro tahlilan. Kalau bicara amar makruf nahyi munkar, yang
terbayang adalah membubarkan tahlilan. Pendeknya, musuh utama agama Islam adalah
orang Islam yang sering menggelar tahlilan.
Kalangan Pro Tahlilan
Di sisi lain, kalangan yang pro
tahlilan pun tidak terima kalau tahlilan itu dibilang syirik, bid'ah dan
jahiliyah. Maka setiap kalli mereka menggelar acara pengajian, hajatan,
maulidan, tujuh bulanan, aqiqahan, syukuran, pasti diawali dengan tahlilan,
lalu materi ceramahnya pun tidak kalah panas, yaitu menjawab tuduhan-tuduhan
sambil balik membalas dan menyerang lawannya dengan cara menjelekkan,
mencaci-maki dan juga membodoh-bodohi kalangan anti tahlilan.
Dan sama dengan yang anti tahlilan,
kalangan pro tahlilan ini pun punya stigma besar, yaitu tujuan dakwah, jihad
dan amar makruf nahi munkar mereka tidak lain adalah bagaimana menghabisi
lawan, yaitu kalangan anti tahlilan.
Jadi
kita bisa lihat peta umat Islam hari ini, masing-masing saling mengacungkan
pedang ke arah saudaranya, sambil mulutnya tidak berhenti mencaci, memaki, dan
melaknat saudaranya sendiri.
Tahlilan : Bersumber Dari Tradisi Nenek Moyang?
Kalangan anti tahlinan biasanya memang
menyerang lawannya dengan tuduhan bahwa bentuk ritual dari nenek moyang yang
sejatinya adalah ritual penyembahan kepada berhala atau roh-roh halus, untuk
minta keselamatan dan sebagainya.
Kalangan yang pro tahlilan biasanya
akan menjawab bahwa memang menyembah berhala dan roh-roh itu syirik dan haram.
Namun mereka bilang bahwa tahlilan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan
penyembahan berhala atau roh-roh tertentu. Sebab dalam fiqih itu berlaku hukum
perubahan hukum sesuai dengan perubahan wujud.
Kulit bangkai yang tadinya najis, kalau
disamak sesuai dengan syariah, hukumnya akan berubah menjadi suci. Dan cara
penyamakan ini semata-mata berdasarkan ketentuan dari Rasulullah SAW sendiri.
Khamar yang haram diminum dan najis
itu, kalau sudah berubah menjadi cuka, maka hukumnya berubah menjadi suci dan
boleh dimakan.
Bangkai babi yang dikubur di dalam
tanah sehingga jasadnya 100% berubah jadi tanah, tidak lagi menjadi benda
najis, karena yang najis itu babi, sedangkan tanah itu tidak najis. Sebab hukum
tanah dalam fiqih thaharah itu suci dan mensucikan, bahkan kita gunakan untuk
bersuci dengan cara tayammum.
Maka menurut yang pro tahlilan,
argumentasi haramnya tahlilan dengan mengaitkannya sebagai ritual orang kafir
di masa lalu dengan sendirinya patah, karena terlalu lemah. Dan yang anti
tahlilan pun tidak terima, sambil kemudian menjawab lagi. Dan debat kusir
itupun tidak selasai sampai pagi.
Wallahu a'lam bishshawab
No comments:
Post a Comment